Alkisah disebutkan seorang kyai
membagikan sekian puluh ayam kepada santrinya masing-masing satu ekor. Sang
kyai memerintahkan kepada mereka untuk menyembelih ayam yang berada di
tangannya. Hanya ada satu hal yang dipersyaratkan oleh kyai, yaitu ayam harus
disembelih ditempat dimana tidak ada yang melihatnya. Dan sialnya, bagi yang
tidak berhasil melaksanakan perintah itu tidak boleh pulang ke pesantren.
Satu
jam dua jam, bahkan ada yang baru
beberapa menit sudah ada yang
melaporkan kehebatan karyanya
bahwa mereka berhasil melaksanakan tugas
dengan baik dan cepat. Dan dalam hitungan hari semua santri telah berhasil
melaksanakan tugas itu, kecuali si fulan yang sampai dengan sang kyai bertanya
belum menampakkan batang hidungnya.
“Wah
fulan itu mencuri ayamnya kali kyai,” celetuk seorang santri yang langsung
dibentak kyai. Dengan tenang kyai kemudian meneruskan program berikutnya
sebelum para santri diluluskan. Hafalan qur’an, hadits dan kitab-kitab yang
telah dipelajari bahkan kemampuan berpidato yang dikenal dengan mukhadarah
juga dilakukan. Namun sejauh itu si fulan tetap belum datang menyerahkan hasil
sembelihannya.
Hingga
suatu hari dimana santri yang lain sedang diwisuda dalam acara haflah
akhirusanah si fulan datang dengan membawa ayamnya. Air matanya terburai
atas ketidakmampuannya dalam melaksanakan perintah sang guru.
“Kenapa
kau menangis seperti itu fulan?, kenapa tugas yang hanya menyembelih ayam saja
tidak mampu kau lakukan?,” tanya kyai di hadapan semua santri. Kontan saja sang
santri makin merasa bersalah dan menubruk kyai, bersimpuh di kakinya.
“Sa..
sa.. saya… tidak berhasil menemukan tempat dimana tidak ada yang melihatnya
kyai. Saya sudah keliling kemana-mana tidak ada. Bahkan di dalam gua pun saya
sudah, tetapi tetap ada yang melihat saya. Yaitu Allah Swt,” katanya terbata
yang membuat semua hadirin terpana dan baru sadar bahwa sebenarnya dialah
satu-satunya santri yang lulus dari ujian itu.
0 komentar:
Posting Komentar