Kamis, 26 Juli 2012

Golek Dukun Nang Endi? Kok Mandi men? (dari buku Pak Ngut, ghost writter : Moeslih Rosyid)

Bagian 9


Golek Dukun Nang Endi? Kok Mandi men?



Berbeda dengan yang saya alami tadi, dik Bibit tidak tahu bahwa hubungan kami sudah direstui. Seandainya saat itu sudah ada Handphone, pasti sudah saya telepon. Minimal saya SMS. Tetapi apa daya, jangankan HP, telepon saja belum ada. Jangankan telepon, listrik saja belum ada. Ya sudahlah tunggu saja tanggal mainnya. Kabar ini biar disampaikan oleh keluarganya saja, saya manut ae. Wong saya juga tidak mungkin datang ke rumahnya dan memberitahukan kabar gembira ini. Gengsi dong, habis diangkat mosok mau dibanting harga diri ini.

Tanggal 22 Agustus 1965, Jam 5 sore naip (petugas dari KUA) datang ke rumah Bibit untuk menikahkan kami. Terdengar kabar buruk bahwa Bibit lari dari rumah. Bahkan dia lari dari rumah sejak pagi karena mau dinikahkan. Dan setelah berhasil dirayu oleh semua keluarganya baru mau pulang. Itupun saat naip datang pas dia seterika, ditinggal lari lagi.

“Yu Tun putri Pakdhe Mul meyakinkan saya bahwa saya tidak akan dipaksa. Maka saya pulang,” ungkap Bibit kepada saya setelah selesai menikah. Usut punya usut ternyata saat Bibit minggat dari rumah, semua keluarga sudah merayunya untuk pulang. Bahkan kalau orang tuanya yang ngomong dia malah sepelekan. Gak direken. Dia remehkan. Dan terakhir Paklik Zaenal mengingatkan dengan kalimat yang jitu baru dia mau pulang.

“Nak, ngko lek ibumu loro mergo kowe trus piye? (Nak, nanti kalau ibumu sakit karena kamu trus gimana?) kalimat ini seperti membangunkan Bibit dari tidurnya. Ternyata dia sayang sama orang tuanya. Tahu tidak Pembaca, belakangan dia mengaku kepada saya bahwa ketika minggat itu dia nglesot (apa bahasa Indonesianya nglesot?) di bawah pohon nangka.

Akhirnya saya paham mengapa Bibit berbuat seperti itu. Ternyata orang tuanya tidak secara lengkap mengatakan kepada Bibit bahwa dia dinikahkan dengan perjaka ganteng dari Srengat Biltar. Dia hanya diberitahu bahwa dia akan dinikahkan. Ya terang saja dia yang hanya cinta ama gua menolak, hehehehe….

Buktinya setelah dia diseret Yu Tun ke jendela dan melihat siapa yang datang, dia mau. “Ealah, bareng ngerti nek mantene aku, dee ngethek ae.” (Ealah setelah tahu kalau pengantennya aku, dia malah nyosor).

“Wistalah, lek mantene dudu Sengut amuken aku,” (Sudahlah, kalau pengantennya bukan Sungut marahin saja aku),” demikian kata Yu Tun kepada Bibit. Alhasil demi mengejar target, saya suruh teman-teman menjemput naip yang tadi harus balik kucing karena pernikahan tidak jelas sore tadi. Jam 21.00 tanggal 22 Agustus 2012 akhirnya kami menikah.

Dan yang sangat menggelikan adalah statemen Mbah Hj. Nusibatun yang seperti tak punya dosa. Beliau menyampaikan ini sambil berbisik kepada ibu mertua saya, “Nduk, anakmu mbok dukunke nyandi kok mandi men?“ (Nak, anakmu kamu carikan dukun dimana kok manjur banget?).”

Ono-ono ae ceritaku iki (ada-ada saja cerita saya ini). Bahkan saat di Surabaya Bibit sempat dilamar bakul empon-empon kepada saya. Dikira dia anak saya, ya ampun, apa saya memang terlihat terlalu tua untuk dia?. Mungkin benar kelihatan tua karena saat itu benar-benar menderita. Saya cuek aja, “berarti bojoku ayu,” (Berarti istri saya cantik.”



*******



Dik Bibit I Love You (dari buku Pak Ngut, ghost writter : Moeslih Rosyid)

Bagian 8


Dik Bibit I Love You





Saat menemukan jodoh yang tepat dan yakin, pasti seseorang akan berjuang untuk mendapatkannya. Selanjutnya, jika semua sudah tiba waktunya, meminangnya dan menikahinya adalah sesuatu yang jamak dilakukan orang. Saya punya cerita yang unik dengan kehidupan pernikahan saya. inilah ceritanya.

Ibu saya meninggal dunia saat saya kelas 6 Sekolah Rakyat. Ayah pun lalu menikah dengan wanita lain. Dari 9 orang bersaudara sayalah yang tukang berontak, sehingga merasa mendapatkan sesuatu yang kurang sesuai dengan nurani saya, saya minggat dari rumah dan tinggal di rumah Pakdhe. Pakdhe yang saya ikuti ini bernama Pakdhe Mulyo kakak ibu saya.

Waktu berlalu sampai saya sudah mengenal akan apa itu cinta. Cinta itu perasaan yang tidak karuan itu kan? Hehehe… dan saya menemukannya di rumah Pakdhe Mul. Di sebelah rumah Pakdhe ada gadis cantik imut yang ayune nemen (cantiknya luar biasa). Sayangnya dia belum tahu apa-apa karena masih kecil. Maklum selisih umur saya dengan dia 9 tahun. Akhirnya meskipun dia gak ngerti-ngerti saya buat ngerti sajalah hehehe…

Walhasil, saya bisa membuat dia mengerti dan ternyata saya tidak sedang bertepuk sebelah tangan. Rupanya selama beberapa tahun saya di rumah Pakdhe yang bertetanggaan dengannya, dia sudah menyimpan rasa itu sejak lama. Tetapi saat saya tanya, dia pun tidak tahu apakah itu cinta atau apa sebutannya.

Saya tidak tahu persis kapan kami jadian. Bahkan bahasa jadian saja saya baru dapat dari anak-anak IME saat kami ngobrol-ngobrol. Yang jelas kami saling suka.

Tahu tidak Pembaca? Saya masih ingat bahwa saya punya panggilan kathak kithik yang bisa diartikan setan alas. Entah karena itu atau atas sebab apa tak seorang pun dari keluarga gadis cantik bernama Bibit Siti Rahayu ini setuju dengan hubungan kami. Kalau Pembaca menjadi saya gimana ni? Saya sudah kadung kepencut. Bahkan benar kata gombloh, “tahi kucing rasa cokelat” semua yang berhubungan dengan Dik Bibit adalah keindahan. Oh Allah, rupanya ini to yang disebut cinta. Pengin ketemu terus dan sangat ingin memiliki.

Ilmu otak atik saya terapkan. Saya menemukan prinsip Karl Mark dan juga Bung Karno. Dan ini juga ada di San Min Chu. Intinya sesuatu dilihat dari pokok dan tidak pokok. Yang pokok diutamakan dan yang tidak pokok bisa diotak atik. Saya suka kepada Bibit, jadi yang penting Bibit saat itu. Saat itu orang lain tidak penting, tetapi saya tetap hormat pada orang tuanya.

Berbekal dari prinsip itu, maka sejak saat itu dengan berbagai strategi saya majuuuuuu jlan!!!. Dan Alhamdulillah hasilnya, tetap ditolak dan diusir oleh keluarga mereka. Sedih…

Berbagai cara saya lakukan untuk mendapatkannya. Segala strategi sudah saya terapkan dan hasilnya masih nihil. Saya sempat berfikir apakah dia bukan jodoh saya? Tetapi saya tidak boleh mundur. Harus terus maju dan maju, pantang mundur. Saya masih punya seambrek strategi baru. Mudah-mudahan strategi ini jitu. Tetapi apapun hasilnya gak masalah, yang penting usaha.

Ini taktik untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Saat dia daftar kuliah di Malang, masuk di Fakultas Ekonomi Brawijaya, saya bawa ke rumah saya di Malang. Sehingga orang kampung geger dikira Bibit saya bawa lari. Padahal dia nunggu saya di Rumah Sakit Lavalete. Saya kena Thypus, mungkin kelelahan atau karena mikir Bibit kali ya?

Karena gegernya di kampung, Pakdhe Mulyo datang ke rumah Malang. Ndelalah beliau melihat ada sandal perempuan di kamar. “La iki opo, tenan digowo mlayu,” (Nah ini dia, ternyata benar dibawa lari). Akhirnya meskipun saya baru pulang dari rumah sakit, dipaksa pulang saat itu tanpa penjelasan yang jelas.

Pagi-pagi orang tua Bibit datang ke tempat saya. saya tidak tahu apa yang akan mereka labrakkan lagi kepada saya. saya pun masih lemah, lemes karena sakit kemarin belum 100% pulih. Tetapi biarlah, apapun yang akan terjadi saya serahkan kepada Allah Swt. Mau dimarahi kek, mau dicaci maki kek, bahkan dipukul pun saya siap. Apalah arti sebuah penderitaan di dunia. Toh saya juga sudah mengalami sakit yang lumayan kemarin.

Saya temui mereka dengan hati yang berantakan. Deg degan, khawatir, dan sangat takut. Maklum kekuatan jiwa saya agak menurun karena fisik juga masih lemah. Tetapi ternyata mereka tidak melabrak saya. mereka datang dengan baik-baik. Dan duduklah kami di ruang tamu. Saya menunggu apa kira-kira yang akan dikatakan mereka. Saya siap dicaci maki bahkan bila disuruh pergi dari kampung itu akan saya pertimbangkan.

Ternyata mereka tidak melakukannya. Kami ngobrol dengan baik dan penuh dengan kekeluargaan. Saat ditanyakan perihal kesehatan saja, saya sudah berbunga-bunga. Dan….

“Dik Sengut, arep opo-opo ae mungkin iki wis dadi jodomu. Dadi wong tuwo saiki mung kari mgrestui ae. Insya Allah kowe ndang dirabekne karo Bibit putriku,” (Dik Sengut, apapun kondisinya mungkin ini sudah menjadi jodohmu. Jadi orang tua sekarang tinggal merestui saja. Insya Allah kamu segera dinikahkan dengan Bibit Putri saya). Setengah sadar saya cubit kulitku, ternyata ini fakta dan bahagia ini rasanya luar biasa. “I love You Bibit…!!.”

Lalu saya bertanya, “kapan acaranipun Mbok? (kapan acara pernikahannya Bu?). “yo dino iki,” (ya hari ini). Seperti disambar geledek mendengar ungkapan beliau.

******

Kuliah Berhenti Karena Gestapu (dari Buku Pak Ngut, Ghost writter : Moeslih Rosyid)


Bagian 7

Kuliah Berhenti Karena Gestapu





Mungkin saya adalah salah seorang yang memiliki masa kecil bahagia. Dan mohon jangan terlalu larut oleh penuturan saya yang bakal melankolis di bagian setelah ini. Masa kecil itu telah lewat. Masa kecil yang tetap menderita tetapi indah itu sudah berlalu. Saya sudah mulai harus bertanggung jawab. Hidup saya adalah tanggung jawab saya.

Sepedih-pedih masa kecil sampai SMA tidak sepedih masa seusainya. Setelah itu jujur, saya sering merasa dunia ini acap kiamat. Hari-hari saya terlalu sering mendung. Hidup ini penuh dengan penderitaan dan kedzaliman. Hidup ini tidak adil. Terlalu lama saya menjalani hidup sulit dan sangat berat. Berdarah-darah dan sangat mengenaskan.

Tahun 1959 atas informasi dari teman-teman dan tetangga, saya memberanikan diri mencari keberuntungan. Saat SMA, saya sudah mendaftar Tentara Aspiran Kadet, yaitu akademi militer untuk lulusan SMP yang waktu belajarnya lima tahun. Dan karena tidak lulus, ya bersenang-senang di masa SMA masih saya lanjutkan. Sampai kemudian tahun 1962 saya menjadi mahasiswa perdana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang sekarang disingkat UB. UB masih swasta waktu saya menjadi mahasiswa disana.

Saat itu UB ra gablek gedung (tidak punya gedung) satu pun. Kuliah kami jalani dengan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Kadang di Guntur I atau di alun-alun bunder dan tempat lain yang sangat kurang representative sebagai kampus.

Bangga sebagai sarjana muda, tiba-tiba saya harus mengalami tragedy yang memilukan di masa Gestapu. Saya ditangkap karena dianggap menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Ditahan dan diusut berkali-kali tidak terbukti, lalu dilepas. Karena saya anggota Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo). Gambarnya banteng utuh, koyo nguyuh (seperti mau kencing,red).

Saya pun lalu melamar sebagai guru. Hasilnya? Tidak lulus. Entah karena apa. Mungkin tuduhan yang tidak terbukti itu tetap melekat pada diri saya. dan sialnya, di tahun 1966 itu saya ditangkap dan dipenjara selama 13 bulan. Padahal saya menikah belum tiga bulan lho…. Coba bayangkan gimana perasaan saya waktu itu?

Sedih rasanya berpisah dengan istri. Saya dipenjara di SKI yang kalau sekarang di DODIKJUR Sawojajar. Inilah permulaan penderitaan demi penderitaan menerpa saya. Namun sekarang saya harus bersyukur karena dengan kejadian itu saya menjadi seperti ini. Belum tentu saya menjadi orang bila ilmu-ilmu tadi tidak saya terima. Salah satunya dengan cara itu, kuliah tidak selesai karena banyak masalah.

Kalau tidak diuji seperti itu saya tidak yakin bisa sekuat ini. Saya tidak yakin bisa menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang rumit selama ini. Mungkin saya akan gembeng, cengeng dan gagal. naudzubillah@



*******

















Disayang Guru, SMP dan SMA Sampai 8 Tahun (dari buku Pak Ngut ghost writter : Moeslih Rosyid)

Bagian 6


Disayang Guru, SMP dan SMA Sampai 8 Tahun





Pembaca, memang saya tipe orang yang suka menghibur diri. Saat hal buruk terjadi saya segera ingin melupakannya. Emang gua pikirin, kata orang Jakarta. Tetapi kalau dipikir-pikir mungkin saya keterlaluan barangkali. Saya menjalani sekolah SMP dan SMA sampai 8 tahun.

Saat di SMP Srengat, saat itu kalau sekolah membawa kursi sendiri. Tetapi kok asyik-asyik saja ya? Dan senengnya minta ampun kalau jam kosong. La bagaimana, gurunya saja begitu, apalagi muridnya.

Bahkan saat SMA di Blitar, gurun saya bekas Tentara Pelajar (TP). Entah pinter atau tidak, yang penting mengajar. Wis embuh manut aelah. Sehingga ketika seharusnya tahun 1958 saya sudah lulus SMA, kenyataannya tahun 1960 masih SMA. Dan tahun 1961 baru lulus dari SMA. Hiburan untuk diri saya, berarti saya disayang oleh para guru. Sehingga kerasan bersama mereka.

Selama sekolah SMA saya tidak lulus tiga kali. Saya ujian tiga kali dan baru lulus tiga tahun berikutnya. Gak apa-apalah. Buktinya sekarang sukses. Ini pun hiburan sebagai bentuk syukur saya kepada Allah yang mengaruniai saya banyak kenikmatan.

Tetapi jangan meniru saya. belajarlah yang rajin. Hidup ini harus ada target, karena bila tidak ada target yang ingin dicapai, biasanya seseorang menjadi loyo, lemes dan kurang bersemangat@.



*******

















Jumat, 06 Juli 2012

Ada Yang Kirim Undangan, Lari, Takut Disuruh Baca (dari Buku Pak Ngut Ghost Writter : Moeslih Rosyid)


Bagian 5

Ada Yang Kirim Undangan, Lari,

Takut Disuruh Baca





Tetapi jangan dikira saya tidak konsisten dalam mengurai pengalaman saya. Meskipun berani dan terkadang gila, saya tetap saja adalah anak bodoh yang mengenaskan.

Di SR saya dua kali ujian dan sudah besar masih belum bisa membaca. Saya shalat pun juga sudah besar baru melaksanakan. Tetapi memang aneh bin ajaib, saat itu saya kok cuek saja ya? Kalau ingat yang ini jadi pengin marah pada diri sendiri. Bayangkan punggung ini banyak dihiasi garis-garis bekas pukulan rotan ayah.

Dan hal yang amat menakutkan saya adalah saat ada yang mengirim undangan ke rumah, ngerrriii. Lebih 80% dijamin saya akan dipukul ayah lantaran saat disuruh membaca undangan tidak bisa. Tetapi mungkin sebenarnya saya adalah anak yang cerdas. Berlari bisa menyelamatkan saya dari cambukan ayah. Setidaknya ini solusi sementara yang bisa dilakukan. Saya tidak ditanya tentang isi undangan dan bebas meskipun hanya sementara.

Tetapi ada yang lebih uaneh dalam hidup saya. Terhadap berbagai hal yang terjadi, saya kok ora kroso yo? Tidak terasa. Mungkin ndablek, bego atau goblok tadi ya? Padahal ayah saya itu kuerengnya, galaknya minta ampun. Tetapi kalau habis dipukul, ya sudah, sudah lupa. Seolah pukulan-pukulan itu menu tambahan saya. Vitamin tambahan saya untuk menjadi anak dewasa meskipun saat itu seperti tidak ngaruh.

Bukan hanya itu. Alasan ayah memukuli saya masih ada beberapa. Salah satunya jika dangir (mencangkul) jagung tidak lurus. Alasan lain jika bekerja sambil membungkuk saya juga dipukul. Padahal setelah saya periksa ke Singapora (saat sudah mulai tajir bro), bungkuk saya itu bawaan lahir. Jadi menurut dokter Singapore, ada tiga ruas tulang belakang saya yang menciut. Dan jika ingin menyembuhkannya harus dioperasi. Seperti dikolter gitu lho katanya. Tapi meskipun pinggang saya sakit, kalau saya putar pinggang bisa langsung hilang sakitnya. Ini tentu disebabkan saya rajin minum susu. Tahu tidak alasan ayah menyuruh saya tegak? Latihan nafas katanya… bagus kan?

Percaya tidak Pembaca? Saat saya yang ndeso ini tidak pernah minum susu, pas minum pertama saya mencret. Bingung dan hampir putus asa, karena hal ini terjadi dalam beberapa hari. Tetapi ternyata menurut ilmu kedokteran, jika kita sering minum susu dinding usus kita akan menebal dan kuat. Jadi rupanya saat minum pertama dan mencret itu disebabkan oleh menipisnya dindin usus saya. Jadinya susu hanya lewat, bablas ke bawah tanpa ada yang menghalangi. So, susu sangat penting untuk kesehatan kita.

Kembali tentang undangan, akhirnya memang saya harus bersyukur. Kalau dulu takut mendapatkan undangan karena tidak bisa membaca dan dipukul ayah, sekarang menunggu kalau-kalau ada undangan mengisi seminar hehehe…@

Ayah Takut Diumpleng (dari buku Pak Ngut , Ghost writter : Moeslih Rosyid)


Bagian 4

Ayah Takut Diumpleng





Pasti banyak yang tidak tahu apa itu diumpelng kan? Diumpelng itu artinya digeledah. Jadi pada jaman Jepang, ayah kalau nderepno (panen padi) tidak dibawa ke lapangan semua. Perintah Jepang harus dibawa semua. Kira-kira kalau ditiimbang sekitar paling banyak 20% dititip di rumah. Kalau lebih dari itu ya pasti akan diumpleng oleh Jepang.

Penasaran ya mengapa harus diumpleng? Saat itu ada kucukaheo semacam sirine tanda bahaya yang memberikan sinyal bahwa Jepang akan datang. Pohon bambu disambung-sambung disandarkan di pohon kembang, jadi tangga dan digunakan untuk berteriak, “Kucukaihooooo!!!.” Artinya orang disuruh sembunyi.

Lalu semua orang ngerong (masuk lobang yang digali dan ditutup tempat tidur atau semacam banker di rumah-rumah) agar tidak ketahuan Jepang. Orang juga menggigit gabus agar tidak budheg (tuli) bila ada ledakan bom.

Namun risikonya, gabah-gabah yang ada di lapangan diambili semua oleh Jepang keparat itu. Jadi keputusan ayah menaruh sebagian di rumah adalah tindakan bijak sekaligus cerdas mengantisipasi sikon yang tidak menguntungkan itu.

Memang kita harus cerdas dalam menyikapi hidup ini. Bila tidak, kita akan tergilas oleh laju kehidupan yang memang keras ini. Tidak dahulu tidak sekarang, sama saja. Maka, mari terus belajar dari segala penjuru agar kita selamat dalam menjalani hidup yang sementara ini.

Dan di buku antik ini, Pembaca akan banyak menyaksikan kegilaan saya dalam menyikapi hidup ini. Semoga memotivasi dan membuat Anda semua kuat dan sukses.@

Kamis, 05 Juli 2012

Kathak Kithik Yang Bodoh (Dari Buku Pak Masngut, Ghost Writter Moeslih Rosyid)


Bagian 3

Kathak Kithik Yang Bodoh





Di jaman Jepang, rasanya geli campur malu bila ingat panggilan kebanggan saya. “Kathak Kithik” apa itu kathak kithik? Kathak kithik iku sebangsa setan uelek cilik sing neng sor pring (Kathak kihtik itu semacam setan jelek, kecil yang suka berada di bawah pohon bambu).

Gimana kalau Pembaca dipanggil dengan panggilan seperti itu? Seneng apa jengkel? Atau cuek saja? Kalau saya cuek saja hehehehe…

Sayang saat itu belum bisa diabadikan betapa gantengnya saya. Bila dokumen itu ada, anak saya dan Pembaca pasti terpingkal-pingkal menyaksikannya.

Saya terkenal menjadi anak yang jarang memakai baju. Lha bagaimana mau pakai baju, wong memang tidak punya. Bahkan untuk sekolah saja baju hanya satu dan dipakai selama seminggu. Saat baju dicuci hari minggu, ya saya telanjang dada. Dan apakah andalannya? Sarung yang kata Pak Dahlan Iskan barang serba guna yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Saya mengalaminya.

Dengan jlitheng tubuhku yang membanggakan itu, tak jarang saya dan teman-teman manjat lori yang membawa tebu, nggantholi, dan menikmati hasilnya. Hanya untuk dimakan saja, bukan untuk dijual kembali hehehe…

Bahkan tak jarang, karena saking semangatnya hanya ingin mendapatkan sebatang tebu, tubuh ini terpelanting nyaris jatuh. Dengan pengalaman itulah, meskipun tetap mencuri, saya termasuk yang berhati-hati.

Saya belum paham dengan panggilan kathak kithik itu waktu itu, tetapi sepertinya memang saya bodoh. Buktinya setelah saya paham saya manut saja. Kalau dipanggil dengan panggilan menjijikkan itu saya tetap menoleh. Ya sudahlah, ini kan kebiasaan orang kampung yang selalu mempunyai panggilan kecil. Dan saya kebagian mendapat panggilan kathak kithik.

Kebodohan saya waktu kecil memang keterlaluan. Bahkan saat kami harus mengaji sekalipun, saya tidak bisa. Disuruh mengaji, penggaweane gelut ae (pekerjaanya berkelahi saja). Padahal tidak pernah ada yang menang dalam setiap perkelahian itu. Tetapi kejadian itu terus dan terus berulang. Mungkin karena saat itu belum ada hiburan, berkelahi cukup menghibur barangkali. Sehingga penyesalan itu akhirnya terbawa sampai saya naik haji tahun 1988. Saya tidak bisa mengaji, baca qur’an dan karena dilarang ini dilarang itu, maka saya diam saja saat haji. Eh, malah selamat.

Maka, sebagai penebus dosa, sepulang haji saya memanggil guru mengaji. Alhasil, tetap tidak bisa. Sekarang diajarkan, besok sudah lupa. Ya Allah ampunilah hamba-Mu ini.@



Umur Saya 74 Tahun (Dari Buku Pak Masngut, Ghost Writter Moeslih Rosyid)

Bagian 2


Umur Saya 74 Tahun





Saya jadi sedih sekaligus merasa berdosa mengenang masa kecil yang penuh dengan cerita sedih ini. Ibu saya setiap tahun melahirkan. Dan tentu saja sebagai anak ketiga yang lelaki, sayalah yang disuruh memanggil dukun beranak.

Kalau melahirkannya siang, insya Allah tidak terlalu bermasalah, tetapi kalau tengah malam? Saya kan juga punya rasa takut pada gelap. Maklum jaman dahulu jangankan listrik, ublik saja lumayan susah didapat. Ya begitulah kehidupan di masa itu. Sampai akhirnya orang tua saya punya 9 orang anak. Maklum KB belum ada, sehingga sepasang suami istri rata-rata punya anak hampir sejinah (sepuluh ; Jawa) adalah hal yang jamak. Sudah biasa.

Yang aneh tapi nyata, adalah masalah umur. Dan yang ini pun saya haqul yakin, teman-teman seumur saya juga mengalaminya. Maka saya putuskan dengan sangat gagah bahwa saya lahir pada tanggal 17 Agustus 1938. Jadi saat buku ini saya tulis (2012,red) saya berumur 74 tahun. Mbuh bener opo gak (entah benar atau salah), karena saat lulus Sekolah Rakyat (SR) saya harus melaporkan tanggal lahir saya atau saya tidak lulus SR.

Tetapi ojo diguyu yo? (tetapi jangan dikatawain ya?) nampaknya umur saya memang segitu. Mas Moko adik kelas saya yang punya akte kelahiran zaman Belanda, tercatat lahir tahun 1939. Kira-kira selisihnya segitulah.@



*******
































Buku Baru "Mau Kaya? Mari Saya Ajari Integrated Farming" Ghost Writter Moeslih Rosyid

Pengantar Penulis






Dengan mengucap alhamdulillahi rabbil alamin, akhirnya buku ini bisa terselesaikan dengan baik. Awalnya saya tidak berminat membuat tulisan tentang saya dalam bentuk buku. Bahkan beberapa pihak setengah memaksa saya untuk melakukannya. Ada teman, wartawan dan juga akademisi, tetapi saat itu saya merasa belum waktunya.

Saya hanya suka kalau orang main ke tempat saya. Mau disebut studi banding, belajar, touring atau apa saja yang penting belajar dan bersilaturahim dengan saya. Itu saja.

Setelah bertemu dengan DR Bambang Triono dari Inspiring Moslem Entrepreuner (IME) saya merasa klop dengannya. Karenanya, tawaran untuk merekam karya dan hidup saya, saya bersedia menulisnya. Dan inilah hasilnya bisa dinikmati Pembaca.

Tentunya proses studi banding ini tidak perlu saya ulang-ulang. Saya tidak harus menjelaskan kepada banyak orang pada topik yang sama secara berulang-ulang. Ora usah dibolan baleni (Tidak usah diulang-ulang). Dan insya Allah buku ini sebagai jawabannya. Orang cukup membaca saja buku ini dan insya Allah sama dengan penjelasan saya. Kalau ada kurang-kurangnya sedikit gak apa-apalah, kan bisa menghubungi saya atau IME.

Tulisan ini juga diilhami oleh Qs Yasin ayat 12 yang kalau tidak salah terjemahannya, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Saya ingin punya bekas-bekas yang baik yang bermanfaat bagi anak cucu saya. Sehingga setiap yang datang tak critani. Anggaplah ini warisan saya untuk mereka. Saya tulis semuanya agar bisa menjadi pelajaran dan motivasi agar mereka terus bersemangat untuk mencintai bumi dan pasti bumi akan membalasnya.

Saya ingin semua orang di Indonesia ini hidup dengan sejahtera. Menjadi petani utamanya berternak, akan menjadikan tanah kita subur. Dengan kesuburan yang terus meningkat, Indonesia akan semakin sehat dan rakyat Indonesia sejahtera.

Petani yang dulu makan tidak kenyang, berpakaian tidak rapat dan tidak punya uang, dengan meniru jejak saya, insya Allah akan menjadi sebaliknya. Bisa makan kenyang, berpakaian pantas dan bagus, banyak uang.

Saya ingin integrated farming menjadi budaya bangsa kita. Mustahil peternak ikan sukses tanpa memelihara ayam. Mustahil ternak ikan sukses tanpa memanfaatkan alam sekitarnya. Disana ada pinsip saya yang saya sebut dengan “zero waste” artinya tak ada yang dibuang. Intinya pertanian terpadu harus diterapkan. Dan percayalah bahwa dimana ada ternak disitu tanah pasti subur.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya pribadi, keluarga saya, anak cucu saya, rakyat Indonesia dan Pembaca semuanya. Tetapi yang super penting adalah action dan bukan hanya diam. Kalau dapat ilmu lalu diam, ya sama saja. Tetap akan merugi.



Pak Ngut