Senin, 19 Desember 2011

Mengapa Iblis ==> dari buku "Iblis Guruku" (IG) karya Moeslih Rosyid

Ada beberapa alasan yang mendorong saya untuk menggali lebih jauh tentang Iblis. Selama ini membahasnya seolah momok yang menakutkan. Padahal dia juga makhluk seperti kita. Ada apa dengan semua ini? Sementara menurut buku Sun Tzu, untuk memenangkan pertempuran kita harus mengenal kekuatan diri sendiri dan musuh. Sekaranglah saatnya saya ingin sharing dengan pembaca.

1. Kagum dengan peran Iblis

Saya adalah termasuk orang yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Kesungguhan yang saya lakukan meski terkadang berat, acap memberikan hal terbaik sesuai yang saya inginkan. Semuanya saya persembahkan kepada Tuhan saya Allah azza wa jalla.

Mengapa harus Iblis yang saya bahas sekarang ini adalah karena itu tadi, saya tidak ingin main-main. Kesungguhan yang akan membawa saya kepada cinta Allah akan terus saya lakukan. Salah satunya dengan menulis buku ini. Saya ingin menunjukkan kepada diri saya sendiri untuk lebih yakin dengan kebesaran Allah, dan juga kepada pembaca yang mau, bagaimana dengan mengenal lebih dekat siapa Iblis, kita akan selamat dunia akhirat.

Saya hanya kagum kepada Iblis, sebagaimana kekaguman saya kepada para aktor dan aktris yang rela dibenci orang karena peran antagonis yang diambilnya. Di kampung saya Pacitan, ibu saya adalah salah satu korban sukses sinetron Indonesia. Saya sering melihat Ibu saya menangis tatkala menyaksikan adegan sedih sang lakon. Sebaliknya beliau akan marah saat sang penjahat sedang muncul.

Saya tidak mungkin mencintai dan sangat tidak ingin dicintai oleh Iblis. Apalagi mengambil perannya yang saya jelas-jelas dilarang untuk itu. Tetapi saya kagum atas prestasinya dalam melaksanakan peran antagonis yang dilakoninya dengan sukses. Selebihnya saya mengambil pelajaran dari yang telah dan akan dilakukannya kepada saya, anda dan kita semua dalam skenario Allah Swt dalam hidup fana ini.

Mungkin pembaca mengenal sosok Dinda Kanya Dewi, aktris yang berperan sebagai Misyka dalam Sinetron Cinta Fitri. Tak jarang Dinda diceramahi ibu-ibu agar menjadi orang baik. Padahal sudah sangat sering dia sampaikan bahwa semua itu hanya akting untuk Sinetronnya.

Saat ditemui wartawan di MD Entertainment Jakarta, Jum’at, 8 januari 2010, Dinda bercerita. “Mereka bilang jangan jadi orang jahat. Terus ibu-ibu itu aku jelasin kalau aku cuma akting di Sinetron. Eh, tetap saja aku diceramahin. Mungkin saking bencinya sama aku kali ya?.” jelasnya.

Namun Dinda mengaku bangga bisa seperti itu. “Berarti akting saya berhasil meyakinkan penonton. Mungkin aku cocok antagonis karena tampang aku rada jutek kali ya. Padahal mah aku baik,” Dinda menegaskan.

Bagaimana pembaca? masih ingin marah dan benci kepada Dinda? Masih mau benci kepada Iblis? Ya silakan saja, asal jangan tiba-tiba menyantet Dinda atau melemparnya dengan batu saat bertemu. Kalau masih seperti itu, berarti Anda termasuk yang tidak paham dengan maksud pembuatan Sinetron. Anda termasuk yang tidak mengambil pelajaran dari cerita di dalamnya. Kalau saya justru kagum dengan keberanian mereka dalam mengambil resiko itu.

Masih kurang puas? Ini dia pemain film kawakan yang memerankan ‘Datuk Maringgih’ dalam film serial TVRI ‘Siti Nurbaya’. Beliau adalah HYM Damsik. Atas suksesnya dalam memerankan Datuk Maringgih justru membuatnya sengsara.

Saat beliau berkunjung ke kota Padang Sumatera Barat, tak dinyana dilempari telur, botol dan benda-benda yang sangat tidak menyenangkan. Banyak orang Padang marah kepadanya karena kejahatannya pada Film Siti Nurbaya. Kata sang sutradara, ‘kutipu kau.’ Tetapi Mr HYM Damsik sempat trauma dengan kejadian pelemparan itu. Namun kabar baiknya, beliau kemudian semakin tertantang untuk mengambil peran antagonis untuk film-filmnya yang lain.

Jadi kalau pembaca tetap ingin membencinya yang untung pasti produsernya. Karena jualannya menjadi semakin laris. Terkadang mereka kesulitan mencari pemeran-pemeran antagonis yang sukses. Hingga saat ini banyak pendatang baru yang kemudian siap mengambil peran seperti itu meskipun sebenarnya parasnya cantik dan lembut. So, Andalah yang akan memilih, suka atau benci. Atau biasa-biasa saja.

2. Mengikuti kata hati

Bukan bermaksud untuk mencari popularitas, tetapi memang itulah yang memang terjadi dengan saya. Bahkan setelah penelitian yang saya lakukan ini selesai dengan hasil yang baik dan mendapat ridha Allah Swt, informasi ini akan saya bagikan kepada semua orang. Saya hanya berbuat sesuai dengan tuntutan nurani yang saya sebut dengan ‘hati kecil’. Kalau pembaca ada yang ingin memprotes kata hati saya itu boleh kok. Sebagai orang yang bertanggung jawab, saya tetap akan memberikan nomor HP dan alamat email untuk solusi yang dibutuhkan. Yaitu di bagian belakang buku ini dan pada pengantar penulis.

Semua harus berfikir seperti yang dipesankan Allah melalui kitab Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kita. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak tahu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati ; semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya (Qs Al Isra : 36)

Karena itulah saya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, dan juga Nabi Ibrahim As untuk selalu mencari hakikat dan belajar dari segala hal, baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Semuanya saya maksudkan untuk mendapatkan ridha dan cinta-Nya. Semoga saya dan pembaca termasuk yang ditakdirkan untuk mendapatkannya. Amin

Harap diingat, semua hal adalah makhluk kecuali Allah Swt. Boleh kok kita membahasnya, bahkan mengupasnya habis-habisan. Apalagi dengan maksud ingin menjaga iman yang kadang pasang dan kadang surut ini, yazidu wa yanqus. Tentu saja tidak terkecuali tentang makhluk yang bernama Iblis.

Dalam sebuah hadits kita disuruh berfikir tentang makhluk dan dilarang keras berfikir tentang sang pencipta (Allah Swt). “Tafakaru fil khalqi wala tafakaru fil khaliqi”, Berfikirlah tentang makhlukku dan janganlah kau berfikir tentang pencipta (Allah).

Berfikir tentang bagaimana proses penciptaan manusia, hewan, tumbuhan dan makhluk lain demi meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt sangat dianjurkan. Tetapi tatkala seseorang telah berfikir tentang seperti apa ya bentuk Allah itu? Seganteng apa ya Allah itu? Berarti selama ini Allah hanya mainin kita saja ya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu selain berpotensi syirik, bila si pelaku tidak kuat, maka dia akan menjadi gila. Atau paling tidak terjangkit penyakit stres. Mau?

Nah, yang menjadi pertanyaan besar pembaca pasti judul tulisan ini bukan? Mungkin saya adalah satu-satunya penulis yang berani mengatakan hal seperti itu, ‘mengangkat Iblis makhluk terlaknat (menurut versi awam) sebagai guru’. Apa dasar saya melakukan ini? Apa saya termasuk aliran hedonisme atau sekuler yang ingin jauh dan menjauhkan diri dari nilai ketuhanan? Dan silakan diteruskan pertanyan-pertanyaan seperti itu untuk saya. La wong saya telah belajar dari Iblis, tentu saja saya akan bisa menjawabnya, meski entah benar atau salah. Pengalaman saja boleh dijadikan sebagai guru kok, masa Iblis yang track recordnya tidak pernah menganggap dirinya Tuhan tidak boleh. Nah, untuk lebih memantapkan pemahaman atau setidaknya wacana yang akan saya paparkan, mari kita lanjutkan obrolan kita.

3. Banyak yang keliru tentang hakikat

Memang dalam menuntut ilmu demi mendapatkan cinta Allah (mahabatullah), status pemegang hakikat adalah posisi yang cukup tinggi bagi seseorang. Sebelum sampai disana orang itu harus berjuang dengan tanpa mengenal derita dan tak kendor oleh kendala-kendala kecil di jalan.

Segala sesuatu pasti ada jatidirinya. Setiap yang tercipta, pasti memiliki maksud diciptakannya. Manusia pun termasuk salah satu yang harus banyak mengenal hal-hal yang berbau hakikat, bila ingin sampai kepada cinta-Nya.

Namun sayang, hijab selalu bertambah diantara jembatan yang semestinya menjadi penghubung. Orang banyak menganggap bahwa jalannya yang penting, bukan tujuannya. Orang sering keliru dalam menetapkan mindset-nya bahwa semua kejadian yang dialaminya adalah jalan menuju tujuan. Sedangkan tujuan kita berada di dunia yang saya namakan ‘tempat perantauan’ ini hanyalah untuk beribadah kepada Allah Swt, bukan untuk menerima balasan. Belum, kalau yang ini, nanti di akhirat.

Kita sering lupa bahwa mati dan hidup sebagai ujian yang dalam stadium tertentu telah membuat kerak yang menutupi semua hakikat tadi. Sehingga aktor dan aktris yang menyertai proses kita menuju pengabdian kepada-Nya acapkali menjadi kambing hitam atas kegagalan demi kegagalan dalam menjalani prosesi. Iblis adalah salah satu korban kekeliruan kita itu.

Iblis yang seharusnya menjadi mitra, kita jadikan sebagai sesuatu yang memang salah dan harus disalahkan. Padahal kita ini bukan hakim yang berhak untuk mem-vonis makhluk untuk dibenci seperti itu. Sementara seolah vonis itu sebagai hal yang tabu untuk dibahas. Padahal Iblis tak lebih seperti Lex Luthor dalam film Superman. Atau Bu Subangun Dalam film serial Indonesia tahun 80-an. Atau tokoh Misyka dalam Sinetron Cinta Fitri tadi. Atau Datuk Maringgih dalam Film Siti Nurbaya dan seterusnya. Mengapa kita harus membenci orangnya? Bukankah kita hanya disuruh untuk membenci perbuatannya dan tidak boleh menirunya? Wallahu a’lam

Mari kita renungi sebuah ayat dalam Al-Qur’an, “Hai manusia, sesungguhnya kedzalimanmu akan menimpa dirimu sendiri, itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi. Kemudian kepada Kamilah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (Qs Yunus : 23)

*****

0 komentar: