Kamis, 22 Desember 2011

Mengambil Ridha Allah (dikutip dari buku Iblis Guruku / IG karya Moeslih Rosyid)


Sejak bertemu dengan murshid dan  juga guru spiritual utama saya, Ustadz Ikram, saya sudah memegang suatu prinsip yang bisa menyelesaikan semua masalah yang saya hadapi. Dan ini akan disampaikan di buku ini secara berulang-ulang dengan uraian yang berbeda. Yaitu (1) tersenyum dalam kesedihan (2) tenang dalam kesenangan dan (3) sopan dalam kemarahan. Uraian ulangan ini dimaksudkan untuk mematrikan cinta dan ridha kita kapada Allah Swt dan kita juga akan mendapatkannya dari-Nya, Amin.

Apabila kita bisa melakukan ketiganya, niscaya Allah akan memurkai kita pada saat Allah memurkai orang lain yang sedang dimurkainya. Allah tidak akanmeninggalkan kita, dan akan mengingat kita, tetkala Dia memuliakan dan menjamu umat yang diridhahinya, insya Allah.


1. Tiga kalimat Bijak
Tersenyum dalam kesedihan mengajak kita pada suatu keikhlasan maksimal yang merelakan kejadian sesedih apapun yang menimpa kita. Kejadian yang jelas tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan sebagai manusia normal maupun yang memang kita inginkan. Tetapi karena kecintaan kita pada Allah melebihi segalanya, maka apapun yang terjadi, pasti atas kemauan Allah. Dan apabila Allah sudah mau, tak seorang pun bisa menolaknya. Sebaliknya apabila Allah tidak menginginkan sesuatu terjadi, apapun yang diusahakan oleh makhluk niscaya tidak akan pernah terjadi. ‘innama amruhu, idza arada syai’an an yaquula lahu kun fayakun,’  sesungguhnya keadaanya, apabila menghendaki sesuatu hanya berkata ‘jadilah’ maka jadilah.

Jadi penderitaan apapun yang kita alami. Kesedihan apapun yang menimpa kita, semuanya adalah kehendak-Nya. Tugas kita hanya bersyukur dan bersyukur telah dikaruniai sedemikian banyak kenikmatan. Pernahkah pembaca menghitung, berapa harga tangan kita, mata kita? Jantung kita? Niscaya tak akan pernah mampu. Jadi seperti janji-Nya yang menciptakan mati dan hidup ini sebagai ujian, kita harus rela menerimanya. Bahwa pada kesempatan lain kita meminta sesuatu, itu urusan lain. Bahkan di dalam hidup ini memang kita harus selalu meminta dan meminta kepada Allah SWT, dan bukan kepada yang lainnya.

Tenang dalam kesenangan, mengisyaratkan kepada kita untuk peduli dengan lingkungan kita. Ini adalah sisi kemanusiaan kita sebagai makhluk sosial yang oleh Aristoteless disebut dengan Zoon Politicon. Pada saat kita mendapatkan kesenangan, Rasulullah mencontohkan agar senantiasa ingat dengan lingkungan kita. Bahkan Nabi  mencontohkan bahwa orang lain lebih penting dari pada dirinya.
‘Man ja’a bil hasanati falahu ‘isyru amtsaliha,’ barang siapa yang memberi (berbuat baik) satu, maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh kebaikan. Bahkan pada ayat lain Allah membalasnya dengan 700 kebaikan. Bila ingin lebih dalam tentang sharing ini, pembaca bisa mencermati buku ‘Mengobati Penyakit Itu Mudah, pada bagian bukti mukjizat sedekah.

Sopan dalam kemarahan membimbing kita untuk menjadi orang yang tawadhuk, tadhoru’an wahufyatan, wara’ dan santun berhadapan dengan siapapun. Kita juga dituntut untuk bisa marah apabila harga diri kita diinjak-injak, tetapi kemarahan itu tidak boleh dibarengi dengan emosi yang akan merugikan kita. Kita boleh marah sesuai dengan ajaran nabi yang hanya diekspresikan lewat perubahan raut muka, sehingga semuanya benar-benar sangat terkontrol dan terarah.

Sopan dalam kemarahan adalah mengekspresikan kemarahan secara terkalkulasi. Kalau saya marah dengan cara ini, pasti orang akan begini, dan seterusnya. Jadi intinya pada saat marah, goal atau tujuan yang akan kita capai tetap harus menjadi prioritas. Jangan sampai kita marah tak terkendali, sehingga yang kita sasar malah hilang. Mari bermain cantik, sebagaimana Iblis memberikan contoh-contoh kepada anak buahnya.

Apabila ini bisa dilakukan oleh setiap orang , niscaya dunia ini akan aman dan manusia akan hidup tentram dan bahagia selamanya. Tetapi kembali ke Laptop, bahwa Allah memiliki skenario yang selalu melibatkan Iblis di dalamnya. So, kita lihat apa yang terjadi?, skenario Allah akan tetap jalan, dan dunia akan tetap menjadi tempat yang fana, sementara dan penuh dengan kenisbian, bukan tempat tujuan yang abadi. Dunia tetap akan dihancurkan dan dimusnahkan untuk menuju kehidupan yang  sebenarnya di kampung halaman, yaitu kampung akhirat. 

0 komentar: