Di bagian depan telah diuraikan
betapa orang pada akhirnya akan bersama dengan yang dicintainya. Tentu saja
saya tidak ingin sampai di situ saja. What next? Disinilah saya mengajak
pembaca untuk mampu mencintai Allah dalam tingkatan yang lebih tinggi lagi
dengan menghilangkan urat benci dan dendam dari diri kita. Menulis buku ‘IG’
ini adalah salah satu cara saya belajar mendapatkannya.
Inilah
yang menjadi inti dari apa yang kita bahas dalam buku ini. Selama ini kita
terlalu sibuk mencari alasan terhadap
apa yang dilakukan. Bahkan bukan saja sesuatu yang telah terjadi, yang
berupa kegagalan dan kesalahan, tetapi yang belum terjadi pun biasanya kita
sudah mempersiapkan alasan pembenaran bila yang kita lakukan nanti salah.
1. Sayang,
yang fanatik shalatnya juga ada yang bolong-bolong
Tak
jarang saya diajak berdiskusi teman-teman yang berempati sekaligus peduli
banget dengan muslim di seluruh dunia. Saya cukup salut dengan kepedulian seperti
itu. Tetapi terkadang saya sempat mengalami sesak nafas, tatkala teman-teman
yang tinggi kepeduliannya itu ternyata shalatnya bolong-bolong. Malahan ada
yang tidak shalat. Inilah yang saya sebut dengan pelanggaran prinsip dari
statemen. “Berfikir global bertindak lokal.”.
Mari kita
perhatikan ayat ini, “Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)’. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Qs Al-Baqarah : 120)
Ini
kan sudah menjadi sunatullah bahwa Orang Yahudi dan Nasrani akan seperti
itu. Tetapi sayangnya ada bahkan banyak diantara muslim yang langsung membenci
mereka tanpa alasan yang jelas. Padahal menurut saya membenci mereka sama
halnya dengan membenci yang memiliki sunatullah. Tugas mereka salah
satunya ya itu. Dan hal tersebut akan terus berlangsung sampai batas yang
ditetapkan Allah. Bukan apa-apa, yang membuat semuanya menjadi kacau itu kan
kebencian itu lalu menimbulkan pertengkaran dan pertumpahan darah. Saya sangat
yakin dengan janji Allah bahwa kalau dimulai dari kita menjadi orang baik dan
benar, insya Allah kita akan mendapatkan kecenderungan mendapatkan kebaikan.
Sebaliknya kalau kita ingin memperbaiki sesuatu sementara kita sendiri tidak
ingin baik, ya susah. Bisa diibaratkan seperti kain lap. Kalau kain lapnya
kotor, yang dibersihkan bukannya bersih, bisa jadi malah semakin kotor.
Demikian juga pada saat mengepel lantai. Jadi sebaiknya lapnya dicuci dulu,
dibersihkan dulu, setelah itu baru untuk mengelap atau mengepel. Insya Allah
hasilnya lebih terjamin.
2. Orang baik akan berkumpul dengan orang baik
Saat
saya bersilaturahim ke rumah guru saya, TGH Thahir Yasin Lombok Timur NTB awal
Januari 2010 lalu, ada satu kalimat yang sangat mengena dalam hati saya. “Orang
baik pasti ketemu dengan orang baik, bagaikan kabel yang mengalirkan listrik.
Mustahil kabel akan menyalurkan listrik bila disambung dengan mie.” Orang
pasti mencari komunitasnya. Dan ternyata komunitas ini adalah sesuatu yang
disebut dengan takdir bila ia tetap disana sampai ajalnya.
Jadi
tak perlu kita membenci siapapun, karena semua itu telah menjadi ketentuan yang
telah dibuat oleh-Nya. Tugas kita adalah memperbaiki diri, keluarga dan kalau
bisa lingkungan kita dengan aksi yang tepat. Bukan dengan kekerasan atau
kebencian yang justru bisa merusak
semuanya. Yang jelas kitalah yang akan paling rusak.
Dalam
buku saya Membangun Area bebas Stres (MABES), saya mengibaratkan orang yang
membenci itu seperti menempatkan telapak kakinya pada jebakan tikus yang giginya sangat tajam. Lalu ia mengancam
tikus, “awas kamu tikus, mati kau nanti.” Pada saat dia bergerak, dialah yang
mati. benar? Nah, untuk mendapatkan komunitas bersama orang-orang beruntung
kita harus menjadi seperti apa yang kita inginkan. Yaitu jangan ada benci dan
terus bertawadhuk dalam menuntut ilmu.
3. Untuk mendapatkan yang enak perlu
perjuangan
Ingat, tujuan baik kalau dilakukan dengan
proses yang buruk niscaya akan berantakan. Sebaliknya, tujuan yang buruk
apabila dimanaj dengan baik, akan membawa hasil sesuai dengan
rencananya. Disinilah mengapa kebenaran sering terkalahkan oleh kejahatan. Ya
karena kejahatannya terorganisir, dan kebaikannya sembarangan. Ya itu, tadi
semuanya perlu perjuangan dan pengorbanan.
Tentang
surga misalnya, Allah telah mengingatkan kepada kita, bahwa untuk
mendapatkannya tidak mudah. Dan ini perlu kita perjuangkan dan diusahakan
dengan cara yang baik. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs Al-Baqarah : 214)
Dalam ayat lain Allah menegaskan tentang hal tersebut.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami
telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
(Qs Al-Ankabut : 2-3)
Hal tersebut
ditegaskan oleh Allah Swt dalam Qs Al Mulk : 2, bahwa Dia menciptakan mati dan
hidup ini adalah sebagai ujian. “Dia yang menciptakan mati dan hidup sebagai
ujian. Siapakah yang terbaik baik amalnya diantara kamu. Dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun.” (Qs Al Mulk :2).
Allah telah
menyiapkan semuanya. Dia menjadikan semuanya sebagai ujian, dan Allah pun akan
mengampuni dosa kita bila kita melanggar aturan-Nya serta mau memohon ampunan kepada-Nya. Jadi
tak perlu menyalahkan siapapun di dunia ini, tetapi mari kita perbaiki diri
kita terlebih dahulu, mulai saat ini tanpa ada penundaan. Setelah sadar bahwa
untuk mendapatkan kenikmatan sejati diperlukan pengorbanan, maka kita harus
berjuang untuk mendapatkannya. Selanjutnya, untuk setiap kebaikan, jangan
pernah menundanya. Marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan, “Fastabiqul
khairat” semoga sukses menjadi pemain terbaik Allah Swt, Amin
0 komentar:
Posting Komentar