Di dunia ini saya masih melihat
banyak golongan yang marah bahkan mengekspresikannya dengan anarkis suatu
perbedaan. Memang kita memiliki standar, yang semestinya standar itu berupa
ketentuan Allah seperti yang ditetapkan dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi Saw.
Sementara gerbang dari semua informasi itu adalah Rasulullah Saw yang
sedemikian jeli menyampaikan kepada kita. Tetapi Allah juga memerintahkan
kepada kita untuk menyayangi semua yang hidup di bumi. Jadi semestinya jangan
marah bila sesuatu tidak sesuai dengan yang seharusnya, tetapi bersegeralah
untuk memperbaikinya bila mampu. Inilah ladang amal kita.
Pernahkah
pembaca berfikir, apakah Rasulullah Saw pernah marah yang berlebihan? Pernahkah beliau membuat kerusakan dengan
marahnya? Dan pernahkah beliau marah hanya karena berbeda? Jawabannya tidak.
Ingat,
ketika di Thaif beliau mengajarkan Islam disana dan tidak diterima. Akhirnya
lemparan batu membuat beliau terluka di sana
sini. Lalu datanglah Jibril yang siap membolak balikkan gunung untuk
menghancurkan mereka yang telah menyakiti kekasih Allah. Beliau dengan sangat
elegant menjawab dengan doanya : “Ya Allah janganlah kau murkai mereka,
jangan kau binasakan mereka, sesungguhnya mereka belum paham dengan apa yang
kami sampaikan. Pahamkanlah mereka terlebih dahulu, sehingga mereka beriman
kepada-Mu dan melaksanakan semua perintah-Mu,”
Pembaca,
perbedaan adalah rahmat, yang harus kita syukuri. Bila dunia ini berisi hal-hal
yang itu-itu saja, monoton, maka bukanlah dunia. Kalau ingin mendapatkan
sesuatu yang tidak berubah, tunggulah kedatangan suatu makhluk yang disebut
dengan akhirat. Disana semuanya akan abadi sebagai balasan atas apa yang kita
perbuat selama berada di tempat yang sementara ini. Tempat yang saya sebut
dengan ‘perantauan’, di dunia.
Dan
saya harap pembaca jangan marah kalau saya katakan bahwa akhirat tidak kekal.
Alasan saya sederhana saja. Karena akhirat adalah makhluk, maka tidak ada yang
abadi selain Allah Swt. Itulah yang disebut dengan sifat wajib ‘Baqa’
yang berarti kekal.
Mari
mempertimbangkan kata-kata saya, “semakin tinggi ilmu dan
pemahaman seseorang tentang sesuatu, niscaya ia akan semakin bisa
bertoleransi.” Maukah Anda menjadi orang yang paham? Maukah Anda
menjadi orang alim? Dan tentu saja, maukah Anda menjadi orang yang bisa bertoleransi?
Bahkan kepada Iblis sekalipun. Karena selain dia adalah mitra kita sesuai peran
masing-masing, dia bisa menjadi guru yang akan mengantarkan kita pada pertemuan
dan ridha Allah aza wa jala. Mudah menyalahkan orang lain, tanda
kedangkalan ilmu. Setuju?
0 komentar:
Posting Komentar