Senin, 19 Desember 2011

Mengambil pelajaran dari Kisah Nabi Musa As berguru pada Nabi Khidir As (dikutip dari buku "Iblis Guruku" karya Moeslih Rosyid

1. Setan yang membuat kita lupa

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan , atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun. ’Maka, tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya. Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, ‘Bawalah kemari makanan kita! Sesungguhnya kita telah merasa letih, karena perjalanan kita ini.’ Muridnya menjawab, ‘Tahukah kamu tatkala mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya, kecuali setan. Dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari,”

Lalu keduanya tidak kembali mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami. Dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir, ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab, ‘sesungguhnya, sekali-kali kamu tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? Musa berkata , “Insya Allah , kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata, “Jika kamu mengikutiku maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun sampai aku berdiri menerangkannya kepadamu.’

2. Musa As tidak sabar

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya menaiki perahu, lalu khidir melobanginya. Musa berkata , ‘mengapa kamu melubangi perahu ini? Akibatnya, kamu menenggelamkan penumpangnya.’ Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan yang besar. Dia Khidir, berkata ‘Bukankah aku telah berkata,’ , kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku. Musa berkata, ‘janganlah kamu menghukum aku kepada kelupaanku, dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata lagi, ’Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya, kamu telah melakukan suatu yang mungkar.’ Khidir berkata, ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?’ Musa berkata, ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.’

Maka keduannya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata, “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.

3. Penjelasan atas kegagalan Musa As

Khidir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Kelak akan aku beri tahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

(1) Adapun bahtera itu adalah kepercayaan orang-orang miskin yang bekerja di laut. Dan, aku bertujuan merusakan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas-rampas bahtera. (2) Dan, adapun anak muda itu, maka keduannya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa ia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan. Dan, kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (3) Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih. Maka Tuhan menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya, dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan, bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar kepadanya. (QS. Al –Kahfi [18] : 60- 82).

Pembaca, silakan dipetik sendiri hikmah apa yang bisa kita peroleh dari kisah itu. Kesabaran dan kepatuhan kepada guru adalah dua kata kunci yang amat penting untuk mendapatkan pemahaman tentang apa yang tengah kita pelajari.

0 komentar: