Dalam Buku Mengobati Penyakit
Itu Mudah (MPIM), saya menekankan adanya
‘zero action’ bila seseorang ingin hidup sehat. Dalam meraih ridha Allah
pun zero action ini sangat penting untuk kita persembahkan kepada orang
sekitar kita. Zero action adalah
aksi mengosongkan pikiran dari hal-hal negatif yang ada di dunia ini. Misalnya
iri, dengki, benci, dendam, marah dll. Meminjam
istilah Pak Riayan Amin pimpinan Bank Muamalat Indonesia, “janganlah
kita terlalu percaya diri, tetapi percayalah kepada Allah Swt”.
Coba
pembaca mengingat angka nol atau 0. coba diperhatikan, 0 X 25 = 0. 0 X 9000 = 0. Apakah 25 = 9000? Mulai
pusing kan? Ayo silakah diotak atik, dan pasti akan benar.
Intinya
adalah bahwa angka nol bisa berada dimana saja. Nol yang saya sebut dengan zero
disini, bisa menjadi apa saja. Zero disini adalah mengosongkan diri dari segala
hal yang negatif. Dengan zero, seseorang akan memandang sesuatu dengan bersih.
Bersih dari prasangka, bersih dari kecurigaan dan bersih dari hal-hal yang akan
menyesatkan kita.
Tetapi
tidak semudah itu. Untuk menempati posisi zero tadi seseorang bisa saja harus
melalui angka-angka lain dengan penuh onak dan duri. Jadi, belajar dan belajar
adalah hal penting yang harus dilakukan orang. Karena dengan mengetahui ilmu
dan pengetahuan, kita bisa memilih dengan benar sesuai yang ditetapkan dan
diinginkan oleh goal yang kita tuju, Allah Swt.
Ketika
berhadapan dengan orang yang pikiran kita sudah tidak zero kepadanya,
maka apapun yang dilakukannya, niscaya hasilnya jelas sesuai dengan pola pikir kita itu. Misalnya, kita sudah curiga
pada seseorang dan kecurigaan itu menghasilkan tertumpuknya kebencian pada alam
bawah sadar kita. Maka apapun yang dilakukan oleh orang itu, meski itu suatu
kebaikan, pasti akan dipandang miring oleh kita. salahlah dia, dan seterusnya.
Iblis,
dalam tataran syariah memang adalah satu nama yang kita harus membencinya, kata
teman saya. Padahal bukan harus membencinya, tetapi tidak melaksanakan apa yang
menjadi bagian atau domainnya. Kita punya tugas mulia dan dia memiliki tugas
yang berlawanan dari tugas kita itu. Pertanyaannya? Haruskah kita saling membenci sementara dia tidak pernah
keluar dari kesepakatan dan ijin dari Tuhannya? Menurut saya tidak.
Karenanya saya sangat setuju dengan statemen Ustadz
Ikram saat kami bertemu pada Idul Fitri tahun 2008 lalu. Statemen itu adalah, “Janganlah
engkau pernah membenci kepada siapa pun,
bahkan kepada Iblis sekalipun.”
Tidak setuju? Silakan alasannya dicatat dengan membadingkan pendapat
saya pada buku ini secara holistic, total. Kemudian hasilnya dikirim ke
moes0569@yahoo.com.
1 komentar:
betul sekali seperti apa yang tertulis dalam blog ini. terimakasih.
Posting Komentar