Senin, 19 Desember 2011

C. Semuanya Karena Cinta ==> Kutipan buku "Iblis Guruku" (IG) Karya Moeslih Rosyid

Jika ingin mencicipi anggur ilahi, datangilah warung cinta. Namun terlebih dahulu, penggal kepalamu, cincanglah hingga menjadi potongan kecil. Demikianlah laku para pecinta. Jalan cinta terbuka lebar bagimu, asalkan kau ikuti nasehatku tanpa ragu. Para pecinta tidak mencintai kepala, mereka memenggalnya sendiri demi cinta. Buat apa mempertahankan kepala? Beban belaka bila kau memanggulnya tanpa cinta. Seratus kepalapun tak berarti, serahkan, gadaikan semua, demi meraup seteguk anggur dari cawan-Nya. Tidak ragu, tidak perlu menunda waktu, para pecinta berlomba mempersembahkan penggalan kepala. Sayatlah diriku, Oh Kasihku… Biarlah kupersembahkan kepalaku untuk bertemu dengan-Mu (Shah Abdul latief-mistik sufi dari Sinh, Pakistan)

Cinta pada masa kini sungguh sangat banyak dibahas orang. Cinta tetap pantas untuk dibicarakan pada semua kalangan dan setiap lini dalam masyarakat serta pada seluruh rentang waktu. Memang karena cintalah sesuatu menjadi baik. Tanpa cinta segala sesuatu akan berantakan luar biasa. Dan karena kita memiliki hati dan perasaan, maka memulai menebar cinta kasih kepada sesama adalah the best way.

Saya sangat setuju bahwa untuk dicintai kita harus lebih dahulu mencintai. Dan insya Allah memang orang akan bersama dengan yang dicintainya.

1. Orang akan bersama yang dicintai

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Annas bin Malik ra, bahwa ia pernah berkata, “Pada suatu hari, ketika saya dan Rasulullah keluar masjid, kami bertemu dengan seorang lelaki di pintu gerbang. Lelaki tersebut bertaya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, kapan Hari Kiamat akan datang?” Rasulullah menjawab, “Apa yang telah kamu persiapkan untuknya?” Anas lalu berkata, “Orang itu seolah terdiam sesaat kemudian menjawab, “Wahai Rasulullah, tidak banyak yang bisa aku persiapkan. Aku tidak banyak melakukan shalat, tidak banyak melakukan puasa, dan tidak banyak mengeluarkan sedekah, tetapi aku mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Rasulullah lalu menjawab, “Berarti kamu akan bersama orang yang kamu cintai.”

Saudara, di dunia ini ada hukum tarik-menarik, hukum sebab-akibat dan hukum tebar-tuai. Bila kita baik kepada orang, tentu cepat atau lambat orang itu akan baik kepada kita. Bila kita mencintai seseorang, insya Allah dia akan membalasnya, meski bentuknya belum tentu sesuai dengan yang kita harapkan. Sebaliknya, bila kita membenci sesuatu, bisa dipastikan sesuatu itu akan balik membenci kita.

Anda tidak mungkin dicintai oleh orang lain kecuali jika Anda terlebih dahulu mencintai mereka. Mustahil orang lain mencintai Anda, sementara hati Anda dipenuhi kebencian dan kedengkian terhadap mereka, sekalipun Anda telah berusaha menutupinya. Perasaan hati dan jiwa tercermin dari wajah, pandangan mata, dan gerakan tubuh yang terpantul sehingga akan tetap tersingkap meski Anda menutupinya. Jika Anda telah mendapatkannya, niscaya itu adalah cinta semu yang penuh dengan kemunafikan. Dan ini tidak ada kelezatan, selain dari tekanan yang akan muncul kemudian, stres.

Amal yang tidak dilandasi dengan tulus ikhlas dan cinta, bagaikan debu yang tersiram hujan deras. Ia akan menghilang. Sebab amal manusia baik disadari maupun tidak, akan hilang, rusak dan menghilang atau berkurang oleh sebab-sebab tertentu. Dengan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya semua kekurangan dan kerusakan itu insya Allah akan bisa dihindari.

Diibaratkan seperti anak dan orang tua. Jika seorang ibu atas perilaku anak yang senantiasa baik dan berbakti kepadanya, niscaya sang ibu akan mudah memaafkan bila sang anak berbuat salah. Cinta kepada Allah bisa menyucikan amal yang minim. Selanjutnya juga bisa mendatangkan berkah pada usaha yang tidak seberapa. Allah Maha Pengampun dan Maha Bijaksana.

Bumbu dari cinta adalah kerinduan dan rasa ingin bertemu. Semuanya dilakukan secara tulus tanpa mengaharap balasan apapun. Mereka yakin dengan yang dicintainya, Allah. Allah pun dalam sebuah hadits qudsi berfirman, “Orang yang menyebut-Ku dalam dirinya maka Aku akan menyebutnya dalam diri-Ku. Orang yang menyebut-Ku di hadapan khalayak ramai, maka Aku akan menyebutnya di hadapan khalayak yang lebih baik dari mereka.” (HR Ahmad)

2. Hakikat Cinta

Cinta adalah kedamaian, marah adalah petaka. Cinta adalah konstruktif, sedangkan benci adalah destruktif. Cinta adalah cahaya, sementara benci adalah kegelapan. Cinta adalah kesemarakan, sedangkan dengki adalah kehancuran. Cinta membuka yang tertutup, sementara benci menutup yang terbuka. Cinta menggerakkan gunung dan bebukitan, sedangkan benci menghentikan perjalanan. Cinta menghidupkan yang mati, sementara benci mematikan yang hidup.

Cinta adalah energi yang luar biasa, lebih terang dari matahari, lebih jelas dari sinar, lebih cepat dari cahaya, dan lebih kuat dari nuklir. Cinta menciptakan berbagai mukjizat. Ia yang mengubah setan menjadi malaikat. Ia mengubah yang binal menjadi bayi yang tenang. Ia mengubah yang tidak dikenal menjadi pelita yang terang. Cinta adalah perasaan paling suci, paling luhur, paling bersih dan merupakan tujuan yang paling tinggi.

Sesungguhnya setiap aktivitas yang terjadi di alam raya ini bersumber dari rasa cinta. Entah dari rasa cinta yang terpuji nan suci maupun yang tercela karena nafsu. Setiap amal yang berhubungan dengan keimanan dan religius pasti bersumber dari rasa cinta yang terpuji. Dan cinta yang terpuji berasal dari Allah Swt.

Cinta tercela yang karena nafsu dan dibimbing iblis dan laskarnya, bukanlah termasuk cinta yang berasal dari keimanan. Dan ending dari semua itu adalah penyakit yang akan membawanya kepada siksa Allah Swt.

Tak ada lagi tingkatan setelah mahabatullah (cinta kepada Allah) kecuali buah dan hasil dari mahabbatullah tadi. Yaitu kerinduan, kelembutan, dan keridhaan. Begitu juga, tidak ada tingkatan sebelum mahabatullah selain pendahuluan-pedahuluannya, seperti taubat, sabar, qanaa’ah, zuhud dan akhlak mulia sejenisnya. Tetapi orang yang mencintai Allah (Al Muhib lillah) dan ingin menaikkan tingkatannya menjadi orang yang dicintai Allah (Al mahbub minallah), maka jalannya adalah melalui amal. Jadi iman dan amal shaleh adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.

Allah ingin kita mencintai-Nya, dan kita harus terus dan terus berusaha untuk mendapatkan cinta-Nya pula. Untuk itu kita perlu memohon pertolongan-Nya agar kita bisa sampai disana. Dalam hal ini Rasulullah mengingatkan kita dengan sabdanya, “Pada suatu ketika, Tuhanku mendatangiku dalam mimpi. Dia kemudian berfirman ‘Wahai Muhammad, katakanlah, Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar aku bisa mencintai-Mu, mencintai orang yang mencintai-Mu, dan bisa mengerjakan amal yang bisa membuatku cinta kepada-Mu.”

Jibril pun pernah menghadap kepada Rasulullah Saw seraya berkata : “Ketahuilah (wahai Muhammad) orang mukmin yang paling mulia adalah mereka yang beribadah (melakukan shalat) di malam hari. Sedangkan orang yang paling mulia adalah mereka yang tidak membutuhkan manusia,” (HR Tabrani). Tidak membutuhkan manusia dalam arti bukan melepaskan diri sebagai makhluk sosial, tetapi tidak mengeluh kepada manusia, sebaliknya selalu menjadi solusi bagi yang lain. Mudah-mudahan kita melakukan yang demikian itu, Amin.

3. Cinta butuh pengorbanan

Pasrahkan dirimu, lepaskan keangkuhanmu, dan kau baru akan mengenal cinta. Rasa pedih karena berpisah dari-Nya, hasrat yang membara untuk menemui-Nya, jadikan keduanya teman hidupmu. Jika ingin disebut pecinta, beranikan dirimu terbakar oleh api pengorbanan. Jangan menyalahkan pisau yang melukaimu. Pisau ini hanya mengikuti kehendak Ia yang sedang menggunakannya. Jangan mengeluh, berbahagialah karena para pecinta sejati selalu bahagia melihat kekasihnya bahagia.” (Shah Abdul latief)

Cinta adalah satu-satunya hal yang di dalamnya terdapat kenikmatan memberi. Sedekah yang didasari oleh ketulusan, empati dan cinta kasih niscaya akan mendatangkan kenikmatan luar biasa yang saya sebut dengan pahala.

Pecinta yang tulus selalu memberi dan berkorban. Dengan apa yang dilakukannya ia merasa senang, gembira dan bahagia, meskipun mungkin pengingkaran yang ia terima. Ia tidak menunggu balasan, karena ia senantiasa menerima beberapa kali lipat balasan dari cinta itu sendiri.

Cinta yang tulus selalu dapat menembus relung hati orang lain. Sehingga mereka tidak kuasa melakukan apapun kecuali membalas cinta itu. Sebaliknya cinta yang palsu justru akan selalu mempermalukan pemiliknya, bagaimanapun lamanya waktu berlalu.

Pembaca, dengan cinta kita bisa menikmati apapun yang kita lakukan. Meminjam istilah Pak Monfiori Kadivre VIII PT Pos Indonesia (Persero), “Dengan cinta dan senang saja, kita akan bisa meningkatkan produktivitas sekaligus kinerja dalam banyak hal.

Karenanya mari kita mulai segala sesuatu dengan cinta. Mari kita mulai segala sesuatu dengan bersyukur terlebih dahulu kepada Allah Swt. Sedangkan puncak dari syukur adalah bekerja keras. Sebagai apapun kita, persembahkan yang terbaik untuk Tuhan kita, Allah Swt. Semoga semuanya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, Amin.

Menilik pengorbanan seorang pecinta kepada yang dicintai membuat orang akan rela mendapatkan penderitaan. Maka dengan harap-harap cemas yang disertai dengan rasa takut kepada-Nya, seorang hamba bukan menjauh sebagaimana ketakutan pada dunia, tetapi mereka malah mendekati yang ditakutinya, Allah Swt. Disini Allah berfirman dalam Al-Qur’an : “…lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap. Dan mereka menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Qs As-Sajdah : 16)

4. 10 jurus sakti menggapai cinta Allah

Semua orang entah dia mengakui atau tidak, pasti mendambakan untuk bisa mencintai dan dicintai oleh Allah Tuhan Yang Maha Perkasa. Berbagai usaha dilakukan orang untuk bisa sampai kesana. Namun dengan rutinitas yang keji itu, banyak orang yang kemudian lupa, bahwa cinta kepada Allah itu sangat penting. Maklum kita memang ditakdirkan sebagai makhluk yang penuh dengan salah dan lupa, mahalul khatha’ wa nisyan.

Ahmad Aziz Musthafa dan M Majdi Marjan dalam bukunya ‘pendar mahabatullah’ membuat formulasi jurus untuk mendapatkan cinta Allah. Orang ingin bisa dicintai Allah dengan terlebih dahulu mencintai-Nya. Namun kebanyakan kegagalan yang mereka terima. Bahkan tak jarang yang justru menjadi kufur dan murtad atas kegagalannya itu. Ahmad Aziz Musthafa dan M Majdi Marjan memberikan 10 jurus itu khusus untuk kita.

Sepuluh jurus untuk menggapai cinta Allah tersebut adalah : Jurus Pertama, Membaca Al-Qur’an sambil menghayati dan memahami makna yang terkandung didalamnya. Seperti saat kita menghayati kitab yang dihafal dan dijelaskan oleh seseorang untuk dipahami apa yang dimaksud oleh pengarangnya. Karena Al-Qur’an adalah kalamullah, maka membacanya seperti itu sama dengan berdialog dengan-Nya.

Jurus Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan shalat-shalat sunah sesudah menjalankan shalat fardhu. Sesungguhnya hal itu bisa mengantarkan seseorang ke tingkatan “orang yang dicintai” setelah ia mencapai tingkatan “orang yang mencintai.” Jadi seperti yang saya urai dalam buku Mengobati Penyakit Itu Mudah, bahwa salah satu tabungan yang kita butuhkan untuk bisa mengobati diri sendiri dan orang lain adalah dengan melaksanakan shalat sunat. Dalam hal ini yang wajib diasumsikan sudah dilaksanakan dengan baik. Maka dengan izin Allah semuanya akan mudah dan berhasil.

Jurus Ketiga, Membiasakan berdzikir setiap saat, dengan lisan, hati, maupun perbuatan. Ketentuan kadar cinta seseorang bisa dihitung berdasarkan kadar dzikirnya. Bagi saya dzikir ini ada tiga, yaitu (1) bila mencintai Allah maka harus berdzikir untuk-Nya, dengan berdzikir tentang Allah. Minimal membaca tasbih, tahmid dan takbir. ‘Subhanallahi walhamdu lillahi wa la ilaha illallahu allahu akbar. (2) Bila mencintai Rasulullah sebagai pengantar kita untuk bisa bertemu dengan-Nya, hendaknya banyak berdzikir dengan membaca shalawat kepada beliau. (3) Bila mencintai diri sendiri, hendaknya banyak berdzikir untuk dirinya, yaitu membaca istighfar.

Jurus Keempat, mendahulukan cinta kepada Allah daripada cinta terhadap hawa nafsu. Berusaha menggapai cinta-Nya meskipun jalan menuju kesana harus ditempuh amat sulit. Sebagaimana telah dibahas di bagian depan, bahwa seseorang yang mencintai sesuatu dan ingin mendapatkannya, maka ia harus banyak berkorban untuk sesuatu itu. Kesulitan dan penderitaan yang dialami dalam mendapatkan cinta itu dirasakannya sangat nikmat dan membuatnya semakin mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan.

Jurusa Kelima, selalu menyebut asma dan sifat-sifat Allah, merasakan kehadirannya dan mengenali-Nya. Siapa telah mengenal Allah berikut asma-asma-Nya, sifat-sifat-Nya, dan kehendak-Nya, niscaya dia akan mencintai-Nya. Tanda dari cinta adalah rindu, ingin bertemu dan selalu ingat dengan apa yang dicintai itu. Bagaimana dengan pembaca? Apakah sudah seperti itu dalam mencintai Allah Swt?

Jurus Keenam, Merasakan kebaikan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah, baik yang tampak maupun yang tidak. Sesungguhnya, hal itu bisa menimbulkan perasaan cinta terhadap-Nya. Syukur, syukur dan syukur kepada-Nya yang lalu akan membawa kita kepada kemampuan untuk bisa berbuat sabar. Dengan syukur dan sabar, kita akan dimampukan untuk bisa fokus, yakin dan damai dengan semua pihak. Karena goal kita hanya satu, yaitu mencintai dan ingin mendapatkan ridha-Nya. Dunia hanya kendaraan menuju kesana.

Jurus Ketujuh, menyerahkan hati sepenuhnya kepada Allah. Karena apapun yang terjadi dalam hidup ini pasti atas izin-Nya. Kalau Dia mau, tak seorang pun bisa menghalanginya. Dan bila Dia tidak mau, meskipun seluruh makhluk bergabung untuk mengusahakannya, niscaya tidak akan pernah bisa berhasil.

Jurus Kedelapan, Bermunajat dan menyendiri di tengah malam sambil membaca Al-Qur’an. Lalu mengakhirinya dengan berdzikir, dengan istighfar dan taubat. Ini adalah salah satu momen terbaik untuk mengadu kepada-Nya, yaitu pada forum bakda tahajud menjelang subuh.

Jurus Kesembilan, Berteman dengan orang-orang yang benar-benar mencintai Allah dan memetik pelajaran berharga dari mereka. Jangan berbicara kecuali jika Anda merasa yakin bahwa apa yang diucapkan itu membawa maslahat dan bermanfaat bagi Anda dan orang sekitarnya.

Jurus Kesepuluh, Hindari hal-hal yang bisa menghalangi hati untuk mengingat Allah. Kesenangan dunia, anak, istri dan harta adalah hal terdekat yang bisa membuat kita lupa kepada-Nya. Terlebih proses untuk menjaga yang kita cintai selain Allah tadi, kita sering dibodohi oleh rutinitas yang berjudul sibuk. Karenanya mari kita sibukkan diri untuk mengingat Allah dan goal yang akan kita tuju, yaitu ridha-Nya.

*****

Ingatlah, sesungguhnya kekasih-kekasih Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih.”

(Qs Yunus : 62)

0 komentar: