Minggu, 25 Desember 2011

B. Betapa tak berdayanya kita tanpa pertolongan-Nya, Hanya Allah yang memampukan (dikutip dari buku Iblis Guruku / IG karya Moeslih Rosyid)


Pembaca, kadang kita memandang langit hanya sebatas horizon pembatas mata memandang. Padahal langit jauh lebih luas dan tak terhingga. Menikmati langit dan isinya, menyadarkan betapa sangat kecilnya kita. Bumi yang kita pijak, hanyalah satu planet dalam tatasurya di mana matahari sebagai pusatnya. Matahari hanyalah satu dari anggota sebuah sistem bintang-bintang dari Galaksi Bimasakti. Sementara Galaksi Bimasakti yang beranggotakan sekitar 200 miliar bintang itu, ternyata hanyalah satu diantara miliaran galaksi yang tersebar di seluruh penjuru langit. Begitu luas. Tak bertepi. Begitu besar. Tak terjangkau. Siapakah gerangan yang membuat dan mengaturnya? Dialah Allah Yang Maha Kuasa

    1. Kita bukan siapa-siapa
            Bagaimana dengan kita? Seberapa besarkah kita? Ternyata kita ini sangat dan sangat kecil. Sangat terbatas dan fana. Pepatah latin mengatakan memor esto brevis aevi, yang artinya kira-kira mengingatkan betapa singkat masa hidup. Hidup begitu pendek, tak sewajarnya disia-siakan dengan tanpa mau belajar demi meningkatnya iman untuk menuju kepada-Nya.

            Kita harus menjadi mujahid, pejuang dalam kehidupan yang sulit ini. Mengapa sulit? Ya itu, ada dua potensi yang berlawanan. Tidak seperti malaikat yang hanya memiliki satu potensi. Dengan menjadi mujahid, kita siap berkompetisi dengan musuh kita, setan yang adalah antek-antek Iblis. Dan jangan menjadi mujaer yang karena tanpa ilmu menjadi santapan musuh.

            Seorang mujahid sebagai warrior, membagi hidupnya dalam tiga hal. Sepertiga untuk perjuangan dan sosialisasi seperti yang saya lakukan ini. Sepertiga lagi untuk menciptakan kemakmuran di muka bumi semaksimal mungkin. Dan sepertiga sisanya, digunakan untuk tugas-tugas rutin, makan dan tidur. Hanya saja, kalau mujair tadi, tidak tahu kepada siapa ia persembahkan tiga sepertiga dari seluruh waktu yang dimilikinya. Tahu-tahu ia telah tiada dan kehilangan masa. Sedangkan mujahid, ia hanya mempersembahkannya bagi Tuhannya. Ia niatkan semuanya untuk meraih riha ilahi. Sebuah perjalanan panjang menuju keabadian di akhirat kelak.

            Kita tidak mampu untuk melakukan apa-apa sampai Allah memampukan kita. Hanya dengan pertolongan Allahlah kita bisa selamat. Mengutip sajak Imam Ali r.a, “Ketika ibumu melahirkanmu, engkau menangis menjerit, sementara orang-orang sekelilingmu tertawa bahagia. Maka berusahalah untuk dirimu, ketika ajal menjemput, di saat orang-orang di sekelilingmu menangisimu, ruhmu tersenyum gembira.” Semoga kita bisa seperti itu, dan bukan sebaliknya. Semoga pula kita yang bukan siapa-siapa ini mampu menghasilkan ridha dari yang berkuasa memampukan, yaitu Allah Azza ajalla. Amin.

    2. Tipu daya setan sangat lemah
            Selama ini karena ketidakmampuan kita untuk melihat setan sebagai musuh, kita sering ragu, mampukah kita mengalahkannya. Jangan khawatir sahabat, sesungguhnya tipu daya setan itu sangat lemah. “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah. Dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut. Sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu. Karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.” (Qs An-Nisa’ : 76)

            Agar lebih sempurna kemenangan yang akan kita raih, mari kita cermati nasehat dari Maulana jalaludin Rumi, “Jangan gunakan pedang kayu dalam peperangan, pergilah cari pedang baja. Kemudian majulah dengan gembira. Pedang hakikatnya adalah pelindungmu. Seorang Murshid, Wali Allah. Saatmu bersamanya sungguh waktu yang luar biasa. Seperti piala kehidupan itu sendiri.. (Maulana Jalaludin Rumi)

            Untuk memenangkan setiap kompetisi kita memang harus cerdik. Setidaknya kecerdikan itu ditunjukkan dalam mengenali kelebihan dan kekurangan kawan maupun lawan. Selain Allah pasti memiliki kelemahan. Setiap makhluk pasti memiliki kelemahan. Dan setan serta Iblis, juga memilikinya. Mari kita tuntaskan diskusi kita dengan menyelesaikan membaca buku ‘IG’ ini.

0 komentar: