Rabu, 28 Desember 2011

Nabi Nuh AS dilarang sedih akibat ulah Qan’an anaknya (dikutip dari buku Iblis Guruku / IG karya Moeslih Rosyid)


Kapal raksasa seberat 24,3 ribu ton itu mulai berlarung. Konsentrasi Nabi Nuh As masih kepada kaum dan anaknya. Mereka terus dan terus mengejar gunung dengan kesombongannya. Mereka merasa semua hal bisa diselesaikan dengan akalnya. Otaknya pasti akan mampu untuk menyelesaikan semua permasalahan hidupnya. Dengan berada pada gunung tertinggi menurut mereka akan selamat dari amukan air. Tetapi tidak…, demi Allah tidak. Untuk menyelesaikan permasalahan ini perlu logika iman, bukan yang lain.
Putra Putri Nabi Nuh As yang telah beriman dan masuk ke kapal bernama Sam, Ham dan Jafits. Qan’an dengan bandelnya tidak mau mendengar ajakan bapaknya meski teriakan sang ayah memekakkan telinga orang di sebelahnya. “Wahai anakku, naiklah ke kapal bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir”, demikian teriakan Nabi Nuh untuk sekian kalinya yang kemudian diabadikan dalam Al Qur’an surat Hud ayat 42.

“Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah”, jawab Qan’an. “Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah saja.Yang Maha Penyayang”, Namun gelombang kemudian menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.

“Ya Allah, kenapa Engkau tenggelamkan anakku”, teriak Nabi Nuh As yang melihat dengan mata kepala anaknya lenyap ditelan gelombang. Kesedihan dan penyesalan kemudian muncul sebagai ayah yang tidak berhasil membina anaknya. Tetapi kemudian Allah menegaskan dalam ayat 46 surat Hud tersebut. “Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya perbuatannya adalah perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui hakekatnya. Sesungguhnya Aku mengingatkanmu agar jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”, demikian kata Allah yang kian membuat nabi Nuh menangis akibat penyesalan terhadap kesalahannya. Maka berdoalah dia “Qaala rabbi inni a’udzubika an asalaka ma laisa li bihi ilma, wailla taghfirli watarhamni akun mminal khasirin, Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahui hakekatnya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasukum orang-orang yang merugi”. Demikian penyesalan Nabi Nuh atas protes yang disampaikan kepada Allah yang kemudian disuruh segera turun dari kapal dengan ucapan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Allah setelah air surut dan berlabuh.

Ini bukti bahwa Allah punya kehendak (iradat) yang tentunya Dia lebih mengetahui maksud dari kehendak-Nya. Belum tentu yang kita minta dan harapkan akan baik bagi kita. Demikian juga belum tentu yang kita tidak suka atas pemberian Allah tidak lebih baik bagi kita.

Untuk anak dan keluarga yang memang dikatakan Allah sebagai fitnah, tugas kita adalah membinanya sehingga investasi yang berupa keturunan tersebut akan membawa kita pada maqam terbaik disisi-Nya kelak. Dua investasi kita yang lain berupa amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat harus terus dan terus kita tingkatkan jumlah dan kualitasnya. Semoga ridha Allah akan senantiasa menyertai kita semua. Amin

0 komentar: