Rabu, 28 Desember 2011

Amar Makruf nahi mungkar (lobangin kapal) ==> dikutip dari buku Iblis Guruku / IG karya Moeslih Rosyid)


Sebuah hadits Rasulullah Saw mengatakan “barang siapa melihat suatu kemungkaran, maka rubahlah dengan tanganmu. Apabila tidak mempu dengan lesanmu. Apabila tidak mampu dengan hatimu. Dan yang demikian itu (yang terakhir) adalah selemah-lemah iman. Nahi mungkar (mencegah kemungkaran) bisa diibaratkan dengan kapal Nabi Nuh tadi. Apabila ada seorang atau sekelompok orang di dalam kapal yang karena nafsunya, karena keserakahannya kemudian ingin melobangi kapal dan tidak ada yang menghentikannya. Maka yang tenggelam bukan saja pelakunya, tetapi semua yang ada dalam kapal akan ikut karam.

Konsep amar makruf harus disampaikan dengan cara yang hikmah dan dengan cara yang baik “ud’u ila sabili rabbika bil hikmah wal mau’idhatil hasanah”. Kita bukan majlis hakim yang bertugas untuk memutuskan dan memvonis apakah seseorang salah atau tidak. Tugas kita dalam konteks amar makruf adalah memancing hidayah dari Allah Swt.

Namun untuk wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab kita sebagai pemimpin merupakan tugas kita untuk terus berusaha sampai titik darah penghabisan bila perlu. “Qu anfusakum wa ahlikum nara, waquduhannaasu wal hijarah, alaiha malaikatun ghiladhun sidadu la ya’sunallaha ma amarahum wayaf’aluna ma yu’marun” Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu. Didalamnya dijaga oleh malaikat yang tegas, tidak pernah membangkang kepada Allah dan senantiasa mengerjakan perintah-Nya.

Keluarga yaitu, anak dan istri yang terkadang menjadi fitnah bagi kita, adalah tanggung jawab kita. Apakah mereka akan kita tempatkan pada surga yang paling tinggi di akherat kelak, atau kita jerumuskan ke dalam api neraka yang sangat panas, tergantung kita. Dengan adanya mereka kita tidak bisa tinggal diam, berdzikir dan beribadah saja tanpa memikirkan pembinaan baginya akan membawa kerugian bagi kita. Di akherat kelak akan terjadi ribuan bahkan jutaan mahkamah Allah yang sampai saat ini belum terbayangkan bagaimana persidangan tersebut digelar. Yang jelas kita sebagai penanggung jawab utama akan terseret ke meja hijau manakala salah satu atau mungkin lebih dari tanggung jawab kita digugat disana. Atau justru mereka menyeret kita kesana akibat kurang mendapat perhatian kita.

Tetapi kembali seperti pengalaman Nabi Nuh As, kita memang harus berusaha semaksimal mungkin, namun ketika Allah telah mengetuk palunya, kita harus legowo menerima keinginnannya. Artinya secara hitam di atas putih yang hukum akan mengejarnya, kita telah memiliki bukti-bukti bahwa kita tidak bersalah (innocent), kita telah memberikan pembinaan sebagaimana keinginan Allah Swt. Selamat mencoba dan belajar terus. Semoga sukses

0 komentar: