Sebuah
hadits Rasulullah Saw mengatakan “barang
siapa melihat suatu kemungkaran, maka rubahlah dengan tanganmu.
Apabila tidak mempu dengan lesanmu. Apabila tidak mampu dengan
hatimu. Dan yang demikian itu (yang terakhir) adalah selemah-lemah
iman. Nahi mungkar (mencegah
kemungkaran) bisa diibaratkan dengan kapal Nabi Nuh tadi. Apabila ada
seorang atau sekelompok orang di dalam kapal yang karena nafsunya,
karena keserakahannya kemudian ingin melobangi kapal dan tidak ada
yang menghentikannya. Maka yang tenggelam bukan saja pelakunya,
tetapi semua yang ada dalam kapal akan ikut karam.
Konsep
amar makruf harus disampaikan dengan cara yang hikmah dan dengan cara
yang baik “ud’u ila sabili
rabbika bil hikmah wal mau’idhatil hasanah”. Kita
bukan majlis hakim yang bertugas untuk memutuskan dan memvonis apakah
seseorang salah atau tidak. Tugas kita dalam konteks amar makruf
adalah memancing hidayah dari Allah Swt.
Namun
untuk wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab kita sebagai pemimpin
merupakan tugas kita untuk terus berusaha sampai titik darah
penghabisan bila perlu. “Qu
anfusakum wa ahlikum nara, waquduhannaasu wal hijarah, alaiha
malaikatun ghiladhun sidadu la ya’sunallaha ma amarahum wayaf’aluna
ma yu’marun” Jagalah dirimu dan
keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu. Didalamnya dijaga oleh malaikat yang tegas, tidak pernah
membangkang kepada Allah dan senantiasa mengerjakan perintah-Nya.
Keluarga
yaitu, anak dan istri yang terkadang menjadi fitnah bagi kita, adalah
tanggung jawab kita. Apakah mereka akan kita tempatkan pada surga
yang paling tinggi di akherat kelak, atau kita jerumuskan ke dalam
api neraka yang sangat panas, tergantung kita. Dengan adanya mereka
kita tidak bisa tinggal diam, berdzikir dan beribadah saja tanpa
memikirkan pembinaan baginya akan membawa kerugian bagi kita. Di
akherat kelak akan terjadi ribuan bahkan jutaan mahkamah Allah yang
sampai saat ini belum terbayangkan bagaimana persidangan tersebut
digelar. Yang jelas kita sebagai penanggung jawab utama akan terseret
ke meja hijau manakala salah satu atau mungkin lebih dari tanggung
jawab kita digugat disana. Atau justru mereka menyeret kita kesana
akibat kurang mendapat perhatian kita.
Tetapi
kembali seperti pengalaman Nabi Nuh As, kita memang harus berusaha
semaksimal mungkin, namun ketika Allah telah mengetuk palunya, kita
harus legowo menerima keinginnannya. Artinya secara hitam di atas
putih yang hukum akan mengejarnya, kita telah memiliki bukti-bukti
bahwa kita tidak bersalah (innocent),
kita telah memberikan pembinaan sebagaimana keinginan Allah Swt.
Selamat mencoba dan belajar terus. Semoga sukses
0 komentar:
Posting Komentar