Minggu, 08 Januari 2012

Tentang Friska Jin Qarin None Belanda di Bandung (dari buku Mengobati Penyakit Itu Mudah / MPIM karya Moeslih Rosyid)


Bermula dari OSPEK

Juli 2002 ketika kami sedang menjalani Pendidikan Tinggi Pos (Diktipos) di Bandung, ternyata sejak kami tinggalkan tujuh tahun sebelumnya, yaitu tahun 1995, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pos (PUSDIKLATPOS) sudah banyak berubah. Di jalan Sari Asih nomor 45 Sari jadi Bandung 40115, di Pusat Pendidikan yang memiliki luas lebih 5 Hektar itu, kami kembali membuka memori. Sekarang PUSDIKLATPOS yang tahun 1995 katanya menjadi PUSDIKLAT paling megah se Asia Tenggara (kata orang pos sih), sudah menjadi Politeknik Pos Indonesia (POLTEKPOS). Dengan menjadi POLTEKPOS, yang belajar disana bukan hanya orang pos saja. Pelajar seluruh Indonesia yang mau belajar di empat jurusan (Logistik, Akuntansi, Pemasaran dan Informatika) di POLTEKPOS dan ingin bersaing untuk menjadi 25 terbaik yang akan direkrut langsung PT Pos berkumpul.

Masa Orientasi Siswa (MOS) yang ngetren sebagai ajang balas dendam di kalangan pendidikan Pos masih berlaku (tidak sampai memukul lho..). Tetapi Ospek yang lazim dilakukan di setiap perguruan tinggi juga dilaksanakan disana. Karuan saja kami yang sudah berumur dan gundul karena MOS, juga harus bergabung dengan siswa baru lulusan SMA/MAN sejumlah 200-an orang dalam acara kuliah perdana.

Hari pertama Ospek tidak ada masalah karena kondisi Calon Mahasiswa/wi (Cama/mi) masih ok. Tetapi mulai hari kedua, karena setiap hari acara berakhir sampai malam, nampaknya stamina mereka mulai turun bahkan drop. Disitulah kemudian drama kesurupan mulai terjadi. Bahkan bukan hanya Cama/mi yang kena, seniornya juga ada yang sempat terkena penyakit aneh tersebut.

Ika, senior dari jurusan Pemasaran yang katanya tahun lalu juga dapat, menjadi orang pertama pertunjukan. Bagaimana tidak boleh dibilang pertunjukan, orang yang nonton banyak, yang akhirya dilarang oleh panitia. Dengan doa secukupnya kuberanikan diri untuk turut menyelesaikan masalah. Kan kasihan program kerja kacau karena campur tangan jin yang tidak bertanggung jawab, kata batin saya. Saya datang ke posko mereka yang dari jauh terdengar teriakan-teriakan korban. Tetapi ketika saya masuk ke poliklinik dimana mereka ditampung, korban sudah pada sembuh semua. Hal ini berlangsung beberapa kali yang cukup membingungkan diri saya.

Usut punya usut belakangan kami ketahui dari korban yang belum sembuh bahwa mereka takut dengan saya. Astaghfirullah, memang saya ini siapa? Tanyaku marah, meski agak senang. Bayangkan, kalau takut mengapa ketika saya datang jin pada ngacir, dan ketika saya pergi mereka berani masuk lagi?. Mau mengajak main-main ya?, Kataku geram saat itu.


Dengan batin dan cara damai lebih baik

Dengan memohon kepada Allah melalui shalat Hajad empat rekaat, saya berharap Allah menahan dulu keluarnya jin yang keluar masuk ke jasad orang dengan sembarangan tersebut. Rupanya Allah mengabulkan permintaan saya. Ketika saya datang, Ika masih dalam keadaan kesurupan. Disitulah kemudian kami berdebat habis-habisan tetapi tanpa ujung, sehingga kemarahan saya memuncak dan akan membunuh mereka. Apalagi Dwi Chandra seorang yunior saya bukan hanya mengancam tetapi sudah banyak melakukan pemukulan-pemukulan kepada jin tersebut.

Namun bukannya lebih baik, suasana malah menjadi kacau. Di Posko berhasil disembuhkan beberapa orang (semua yang di Posko), di lapangan ada 30 orang tumbang. Demikian kejadian ini berulang ulang sampai akhirnya Posko tidak muat, lalu masjid pun dijadikan sebagai tempat menampung korban. Subhanallah, ada apa ini?

Dalam beberapa kali shalat wajib saya menangis, bertanya dan bertanya. Ada apa dengan semua ini?. Bahkan beberapa ulama dari luar Pusdik sudah dipanggil dan tidak membuahkan hasil. Aa Gym di Geger Kalong Girang juga sempat dimintai tolong oleh panitia. Seorang korban bernama Widya dibawa ke Pesantren Darut Tauhid itu. Tetapi hasilnya nihil. Mungkin harus menggunakan cara-cara Rasulullah yang damai, sabar, tenang dan berwibawa, kataku dalam hati. Saya harus mengambil resiko ini, tekadku.

Dalam kesedihan yang muncul dengan kecurigaan atas perbuatan dosa saya yang kadang masih suka melihat orang cantik, shalat tidak selalu khusuk dan masih suka makan banyak, tiba-tiba ada tamu datang ke kamarku 314 Anggrek (lantai 3). Asrama Anggrek adalah salah satu dari nama asrama di POLTEKPOS yang berlantai tiga dengan masing-masing berisi 30 kamar, ruang TV, mushalah dan ruang tamu. Asrama lain adalah Melati dimana tempat makan bersama juga disitu dan satu lagi Raflesia. Sedangkan Asrama Gandaria ada di bagian depan sebelah kanan dan hanya berlantai dua, dan kamarnya tidak sebanyak yang lain.

Oh iya, Poltekpos yang posisi tanahnya agak landai dan berpagar tembok keliling itu lengkap lho. Ada gedung administrasi, gedung pendidikan (kelas yang jumlahnya puluhan), laboratorium, poliklinik, kantin dan perpustakaan. Ada juga lapangan tennis dan Gelanggang Olah Raga (GOR) yang bisa menampung ratusan orang. Tentu di bagian depan ada kantor Satpam yang siap mengamankan Poltekpos 24 jam.

Jin Friska menjadi Muslimah

Bandung yang dikenal dengan ‘kota kembang’ itu bener banget, banyak Awewe (perempuan) nu geulis (yang cantik-cantik). Jadi dosa mata saya acap kali bertambah dengan berada di Bandung ini. Wah, imanku ketahuan ni kalau masih sangat tipis. Gak apalah bukti kalau masih normal. Yang penting rambu-rambunya jelas hehehee… Kalau mau membuktikan apa benar banyak godaan setan ahwat (wanita) ya silakan saja ke Bandung. Tetapi harus siap untuk membaca istighfar minimal 100 kali sehari he… he… Tetapi apapun, tergantung orangnya kok.

Oh iya, tamu yang datang tadi adalah Muaz pacar Ika, si senior yang pertama kena itu. Muaz ini seorang perwira TNI yang baru lulus AKABRI dan ditempatkan di Bandung. Setelah ngobrol beberapa saat Muaz yang asli Pekanbaru itu mengajak saya menemui Ika. Ternyata dia sudah membawa Ika ke Asrama Anggrek dimana saya tinggal, tetapi di lantai dasar. Katanya sih memang Ika masih kesurupan dan jinnya tidak mau diajak naik ke atas. Ealah…

Pertama melihat saya Ika marah, berontak dengan mata merah melotot, tetapi dia juga pengin kabur. Sayang tenaga Muaz dan Egi teman seangkatannya lebih kuat darinya. Akhirnya mau tidak mau Ika hanya bisa diam dalam lindungan tangan kokoh kedua orang itu dan menghindari mata saya.

Saya tetap berdoa agar jin yang berada padanya tidak bisa keluar. Dan rupanya inilah yang kian membuat jin kafir itu marah. “Kenapa kau siksa aku seperti ini?”, teriak jin itu murka. “Kau ini kejam, sudah mengusir kami dari rumah, merebut mustika kami dan sekarang masih mengganggu dengan siksaan yang sangat keji,” lanjutnya berteriak.

“Makanya tenang dulu, kasih tahu namanya siapa, tinggal dimana, maunya apa dan apa hubungannya dengan saya?”, tanyaku dengan nada rendah dan sabar. Lama dia tidak memberikan respon. Mungkin batin saya yang lembut tanpa emosi membuatnya lebih nyaman. Berbicara dengan mereka memang harus menggunakan batin yang lebih kuat. Sehingga akhirnya diakuinya jin itu bernama Friska (jin Qarin) yang tuannya meninggal tahun 1913, tinggal di belakang asrama saya. Dia merasa terganggu dengan perbuatan mengaji dan shalat tasbih saya. Subhanallah, ternyata dia jujur juga. Dampak shalat Tasbih memang saya rasakan luar biasa selama ini. Bukan bermaksud sombong, sejak sekolah MAN saya sudah meng-istiqamahkan shalat tasbih setiap hari. Tenang rasanya melakukannya, meskipun kualitas shalat saya mungkin amat buruk, ngebut. Jadi meskipun ada beberapa ulama yang menganggap bid’ah Shalat tasbih, saya tetap melaksanakannya. Biarin, saya yakin dan siap menanggung resikonya kok. Buktinya jin kafir takut dengan tasbih itu. Yaitu Subhanallahi wal hamdu lillahi wala ilaha illallahu allahu akbar, yang dalam shalat tasbih dibaca 300 kali.

Tanpa membuang waktu, Friska yang pandangannya mulai berubah dan tidak curiga lagi kepadaku, kami ajak dia untuk menjadi muslimah. Alhamdulillah dia mau. Lalu terdengar bacaan syahadat dan terjemahannya yang terbata-bata dari mulutnya atas bimbingan saya. Ini kemudian diulanginya beberapa kali. Sedikit kultum dari saya bagaimana seorang muslim harus bertindak, beperilaku dan beribadah membuatnya semakin tenang. Kebahagiaan nampak dari tatapan matanya, ketenangan dan kedamaian membuat Ika si pemilik tubuh tidak beringas lagi. Senyuman dan lirikan mata Ika membuat saya bingung, seolah dia kagum dan naksir saya he…he… (G-R).


Takut dituduh berkhianat dan dibunuh

Sudah cukup obrolan bakda ashar sampai menjelang maghrib tersebut mengharuskan saya menyuruh Friska untuk segera keluar dari tubuh Ika. Tetapi dia menangis katanya Friska akan dibunuh teman-temannya dan Sir Dad pimpinannya yang sudah berusia 1.500 tahun, karena dianggap berkhianat. Di Masjid sudah adzan maghrib dan kami belum ada keputusan. So, dengan membaca sayyidul istighfar (rajanya istighfar) saya tawarkan kepada Friska untuk sementara tinggal di badan saya, demi keamanannya. Dia setuju dengan solusi itu. Kemudian Friska saya tempatkan pada tulang belikat bagian kiri saya. Dia bergerak-gerak ketika menyampaikan sesuatu dan senang rasanya bergaul dengannya meski kadang sakit ngilu di bagian itu. Wallau a’lam benar atau tidak cara saya ini. Nanti Ustadz Ikrom guru kami dan beberapa ulama akan meluruskannya. Saya ajaklah Friska shalat maghrib di masjid.

Malamnya ketika sedang tidur, subhanallah.. saya bertemu dengan Friska yang berambut pirang, langsing, tinggi semampai dan cantik. Memang dia seorang None (putri jendral belanda bernama Ernest Van Hoven, katanya) dan sedang bermain dengan beberapa temannya dari suku Jawa, mungkin juga Sunda. Hanya mohon maaf, mereka semua tidak ada yang berbusana. Sebagai orang normal, ada rasa senang menyaksikannya. Tetapi juga takut dengan dosa yang menjadi semakin banyak. Akhirnya usai shalat subuh, Friska dan teman-temannya kami beri baju secukupnya. Pada kesempatan lain kemudian beberapa teman kami mintai pakaiannya untuk mereka. Lantas pada pertemuan berikutnya Friska sudah menggunakan pakaian putih. Katanya pakaiannya yang dulu, syukurlah kalau ketemu, batinku tanpa berfikir panjang.

Pembaca bertanya-tanya kan? Bagaimana saya melihat mereka?. Jujur saya tidak bisa melihat mereka. Melalui mimpi dan pemberitahuan hati kecil yang kami yakini, itulah informasinya. Wallahu a’lam benar atau tidak informasi tersebut. Lagian kan ada haditsnya bahwa barangsiapa mengaku melihat jin, maka kufurlah dia. Gak tahu ah…, biar para ulama yang menjelaskannya. Saya kan bukan ulama, dan hanya orang yang ingin bercerita tentang pengalaman unik saya, agar pembaca bisa bercermin.

Pakaian yang kemudian mereka pakai adalah pemberian ikhlas dari teman-teman seangkatan saya yang boleh diambil mereka. Secara fisik pakaian yang diambil itu tetap ada dan berwujud, yang mereka ambil hanya sarinya saja, hakekatnya saja. Jadi ketika saya memberikan baju putih kepada Mira salah satu dari mereka, baju saya tetap ada, tetapi kalau dipakai menjadi kurang enak he…he…


Sir Dad mengamuk

Dalam perjalanannya kemudian Friska bersedia tinggal di kamar saya. Belajar agama dari buku-buku saya, mengaji dan terus beribadah. Kalau saya pergi dia ikut denganku. Sebab kalau tetap di asrama dia akan dikeroyok teman-temannya atas perintah pimpinannya, katanya. Kondisi ini berjalan sekitar seminggu.

Dan minggu berikut ketika sedang belajar di kelas, Ika dan Widya kesurupan lagi. Dipanggil lagi saya untuk menyelesaikannya. Maka kamar 312 Anggrek dimana Ustadz Kun Kun Kurniadi teman seangkatan saya berada kami jadikan sebagai tempat untuk bernegosiasi. Sekitar tujuh orang berkumpul disana.

Sir Dad Murka katanya. Asrama akan dihancurkan olehnya, lantaran sebagian besar pengikutnya pada masuk islam. Sementara dia sangat membenci Islam.

“Kenapa Sir Dad Marah sama Islam?, bukankah Islam datang dengan damai?”, kataku kepadanya yang kemudian dijawab dengan bahasa arab yang fasih tetapi karena cepat sekali, saya tidak paham.

can You speak japaness?”, katanya kemudian dengan bahasa inggris yang super fluently, fasih banget. Tetapi matanya nanar memelototiku. Rupanya dia tidak main-main dengan gertakannya. Tangan Ika yang dirasukinya yang kukunya panjang-panjang mencakar-cakar orang sekitarnya. Saya yang duduk dua meter darinya menjadi rada ngeri dibuatnya.

Omelan dengan bahasa Belanda, Arab dan Inggris tak bisa kami pahami, bahasa Cina pun nampaknya Sir Dad bisa. Jadi pengin belajar deh dengan beliau.

“Cepetan bebaskan Friska dan teman-temannya!!”, damprat Sir Dad murka yang membuyarkan lamunan saya. Saya pikir kok jadi saya yang disalahkan ya? Kenapa bukan manajemen POLTEKPOS yang menyelenggarakan semua kegiatan di kampus dan asrama itu?. Tetapi memang sejak awal saya sudah mengambil resiko untuk mempelajari misteri ini. Insya Allah akan bermanfaat, kataku dalam hati.

Dengan umpatan sedikit dalam bahasa Indonesia akhirnya kami memahami bahwa Sir Dad adalah juga Jin Qarin yang tuannya dibunuh dan dibakar oleh Sahabat Rasul yang bertugas menyebarkan Islam di Pasundan. Makian Sir Dad baru reda ketika saya tanyakan apa yang diinginkannya dengan hidup ini. Dalam diam dan sedikit bingung rupanya selama ini dia tidak pernah berfikir tentang tujuan hidup di dunia. Dia merasa akan hidup selamanya. Padahal semua mahkluk adalah fana, nisbi dan serba relatif, tidak ada yang kekal. Dia sadar bahwa dia bukan Tuhan, tetapi trauma pada kejadian pembakaran atas diri tuannya membuatnya belum bisa memaafkan Islam.

Secara berangsur dengan adanya diskusi yang cukup panjang tersebut Sir Dad menuturkan betapa ketika dia menjadi saudagar kaya yang tidak mau masuk Islam kemudian dikejar, dibunuh dan dibakar. “Saya belum bisa menerima perlakukan itu”, ungkapnya dengan lidah pelat layaknya bule yang tidak lancar berbahasa Indonesia. “jadi untuk saat ini saya belum bisa menerima tawaran Saudara masuk Islam”, lanjutnya.

Berdasarkan keyakinan kami dan hasil konfirmasi dengan Ustadz Ikram yang selalu memantau perkembangan, Sir Dad akhirnya masuk Islam dengan cara yang sangat mengharukan. Kisah tentang Sir Dad sebagai penguasa Ciwaruga sampai dengan Sari Jadi tersebut insya Allah akan dikupas pada Bagian tersendiri.

Bagaimana dengan Friska?. Rupanya memang Friska memiliki pengaruh yang sangat bagus di lingkungan tersebut. Sehingga dengan masuknya Friska menjadi Muslimah, puluhan bahkan ratusan jin turut mengikuti jejaknya. Dengan berdiam di pojok bagian belakang kamar saya, Friska terus melaksanakan kegiatan sehari-harinya belajar dan berbuat baik. Terbukti ketika terjadi kesurupan di perumahan Sari Jadi, Friska membantu rekan-rekan kami menyelesaikan. Hal ini diketahui dengan teriakan ketakutan jin yang masuk ke tubuh korban karena takut akan ancaman Friska. Maka keluarlah dia, mematuhi perintah Friska yang senior dan kuat, kata mereka@Muslih-2008

1 komentar:

wuihh...kisahnya menarik lho :)
sampe speechless mau komentar apa.....