“Jadi tadi kamu tikam saya?!”, Tanya saya keras. Karena tidak dijawab malah mau ditambah lagi tikamannya, saya tangkap dan kunci dia, kemudian saya bacakan doa bismikal a’dzam. Dia lemas dan katanya pengin tidur setelah meminta maaf atas kekhilafannya. Subhanallah.
Seperti ada yang memerintah, ketika Maret 2003 kami ditempatkan di Kantor Pos Mataram Nusa Tenggara Barat, safar spiritual (perjalanan spiritual) untuk saya masih belum usai. Bahkan batin saya mengatakan ini baru mulai.
Tuan Guru Haji (TGH) di
Simbul pemanggilan ini sebenarnya cukup sederhana.
Di tengah degup jantung yang luar biasa atas pemanggilan tersebut biasanya bila saya belum sempat atau mungkin sedang malas karena banyak pekerjaan di kantor, mereka akan datang ke dalam mimpi saya. Kehadiran beliau dalam mimpi selain bertemu muka yang kemudian kami konfirmasi (cocokkan) ketika bertemu, juga sering ada beberapa cerita di mimpi sebagai prolog pertemuan kami.
Pada saat tertentu saya menyerah dan tidak mau lagi mendapatkan kondisi seperti itu. Tetapi tidak bisa, resah gelisah dan banyak masalah akan segera saya temui bila berniat lari menjauh. Ya Allah, tolonglah saya.
Suatu saat kondisi ini saya tanyakan kepada Mbah Tsabit seorang Kyai di Mojosari Mojokerto Jawa Timur dan juga Ustadaz Ikram. Katanya ya memang benar adanya, saya punya suatu istiqamah (kebiasaan) yang membuat setrum kepada kalangan mereka. Saya akui bahwa setiap hari saya punya istiqamah shalat tasbih, dhuha, tahajud meskipun sedikit, dan juga shalat hajad serta istikharah. Istikharah ini saya berfikir karena sejak bangun tidur sampai tidur lagi kita dihadapkan pada pilihan-pilihan. So, agar pilihan saya baik menurut Allah, maka saya harus shalat istikharah setiap hari.
Bukan hanya itu. Setiap hari selain saya membaca istighfar seratus kali, ada beberapa shalawat yang juga saya wiridkan setiap harinya. Istighfar yang saya baca hanya ‘astaghfirullah al adhim’ saja. Tetapi tak jarang juga karena merasa banyak dosa saya baca sayidul istighfar 10 sampai 100 kali.
Mungkin karena itu semua, saya dibenci oleh setan dan jin yang islamnya belum sempurna. Sehingga suatu hari ketika saya harus bersilaturahim ke TGH Thahir Yasin di Lendang Nangka
Sampai di rumah tua di perumahan pos Ampenan dimana saya tinggal, saya ketuk pintu kamar langsung, bukan pintu depan. Lama tidak segera dibuka, sekali lagi saya ketuk pintu itu. Tetapi tetap tidak ada respon positif dari dalam kamar. Dengan sedikit berdoa kucoba membuka jendela yang saya ketuk tadi. Alhamdulillah berhasil terbuka sehingga kelihatan dua orang anak saya sedang tidur bersama istri saya.
“Ngapain pulang?, pergi lagi
Tetapi apa yang terjadi, dia seperti orang kesurupan. Matanya merah, tangannya gemetar. Setelah berucap salam saya langsung ke kamar untuk berganti baju, kemudian kembali ke depan TV untuk bercerita kepada istri tercinta. Diluar dugaan, dari belakang ada semacam pukulan nyasar ke punggung saya beberapa kali sebelum sempat ke depan TV. Agak sakit sih saat itu. Tetapi segera hilang ketika saya tarik nafas dan mulai membaca doa hasby. Setelah saya berbalik, ternyata di tangan istri saya tergenggam sebilah pisau dapur yang lumayan tajam.
“Jadi tadi kamu tikam saya?!”, Tanya saya keras. Karena tidak dijawab malah mau ditambah lagi tikamannya, saya tangkap dan kunci dia, kemudian saya bacakan doa bismikal a’dzam. Dia lemas dan katanya pengin tidur setelah meminta maaf atas kekhilafannya. Subhanallah.
Setelah sadar dan normal, istri saya bercerita bahwa dia tak sadar melakukan semuanya tadi. Sialan lu, batin saya rada jengkel juga menerima perlakuan itu. Memang dia sering komplain karena saya ajak tinggal di rumah yang orang lain tidak mau tinggal, untuk tidak dibilang takut, menempatinya. Katanya sih angker gitu. Tetapi
Bagaimana dengan luka saya?, alhamdulillah saya tak terlalu paham kejadiannya, yang jelas, saya tidak terluka. Padahal istri saya menikam saya berkali-kali. Hanya saja kaos biru kesayangan saya robek berantakan di bagian punggung. Saya simpan kaos tersebut sebagai kenangan. Tetapi belakang kaos itu sudah tidak ada di lemari plastik yang kami miliki. Katanya dibuang karena istri saya malu.
Pertanyaannya sekarang adalah, siapa pelaku provokator istri saya itu?. Jin?, setan? atau memang dia dendam pada saya? Hehehehe…. Selidik punya selidik katanya dia mendapat dorongan yang tak terkendalikan itu akibat lupa berdoa sebelum tidur. Maklum dia kecapekan mengurus Riki anak laki saya yang sedang kena cacar air.
Subhanallah, ternyata tidak semua dorongan hati itu dari hati kecil (nurani). Tidak semua kata hati itu baik. Tetapi yang jelas tergantung kondisi dan amaliah kita. Kata hati akan baik bila kita dekat dengan Allah. Dan kata hati yang kemudian menjadi dorongan nafsu bejat akan terjadi bila hati kita kotor dan jauh dari Allah.
Bila pembaca mau, inilah doa bismikal a’dzam yang bila kita membaca 100x insya Allah akan berpangkat waliyullah. Tetapi harus disadari bahwa untuk menghafalnya terkadang berat dan sangat susah. Saya pun mendapatkan doa ini juga melalui suatu ujian yang benar-benar berat. Tetapi bila memang pembaca berkeinginan, saya bisa memberikan Ijazah ini.
0 komentar:
Posting Komentar