Rabu, 04 Januari 2012

Budaya antri



            Suatu waktu Rasulullah SAW sedang beristirahat. Sayyidina Hasan RA cucu beliau yang masih kecil meminta agar dibawakan segelas susu untuknya. Demi mendengar itu, Rasul yang amat mencintai cucunya itu beranjak memeras susu dan membawakannya untuk Putra Fatimah itu. Bersamaan dengan itu Husein RA adik kandung Hasan RA, bangkit dari tempatnya hendak merebut gelas yang dibawa baginda Rasul. Namun Rasul menghindar dan tetap menyerahkan gelas itu kepada Hasan RA.
            Sayyidah Fatimah RA yang menyaksikan kejadian itu protes kepada ayahandanya. “Wahai utusan Allah! Sepertinya Engkau lebih mencintai Hasan dari pada Husein”. Rasulullah SAW makhluk termulia di muka bumi ini kemudian menjawab : “Tidaklah demikian anakku, Aku mendahulukan Hasan karena  dia memintanya lebih dahulu dan hak yang lebih dahulu harus diutamakan”, demikian penjelasan Rasulullah sembari mengambilkan lagi untuk Husein RA.
            Antri yang kalau di Negara Barat  sudah tertata dengan rijit adalah untuk memberikan kepastian bagi pelanggan secara adil. Dengan adanya antrian seseorang tidak bisa sembarangan menyerobot hak orang lain. Seharusnya dalam antri tidaklah ada istilah siapa menjadi apa dan kekuasaan boleh merusaknya. Ini tentu untuk antrian yang telah disepakati oleh mereka. Kesepakatan ini tidak perlu tertulis, bahwa siapa yang datang lebih dahulu akan dilayani lebih dahulu.
            Untuk mendapatkan kepastian hukum tersebut belakangan telah banyak ditemukan cara agar antrian tetap bisa dilaksanakan dengan adil. Dengan mengambil nomor yang kemudian dipanggil nomor tersebut, memanggil nama bahkan bisa jadi masih ada model antrian yang menggunakan cara jadul berjejer. Sampai disini asalkan masing-masing pihak ikhlas menerima ketentuan dan berkomitmen untuk melaksanakannya, maka semuanya akan baik-baik saja.
            Tetapi ketika sudah mulai ada yang main serobot dengan berbagai cara, maka kekacauan yang akan terjadi. Salah satu contoh, ketika kita sedang mengantri di SPBU untuk mengisi BBM. Saat jalur antrian hanya satu meskipun mungkin menjadi panjang, orang akan merasa nyaman dengan kondisi itu. Tetapi manakala tiba-tiba datang orang atau serombongan orang yang kemudian mengantri lebih dekat dengan membuat jalur baru, disinilah tragedy akan segera dimulai.
            Artinya memegang berkomitmen dengan segala resiko yang bakal terjadi akan membuat segala sesuatu berjalan dengan baik. Tetapi apabila dalam komitmen itu lalu ada pihak yang mencoba melanggar, maka itu adalah tindakan mungkar. Konsep nahi mungkar adalah bagaikan berlarung dengan bahtera. Apabila seseorang hendak melobangi bahtera itu dan yang lainnya membiarkan, maka apabila berhasil yang tenggelam bukan saja si pembuat lobang, tetapi semua penumpangnya.
            Nah, untuk mengantisipasi hal tersebut kemudian ada pelayanan-pelayanan eksklusif yang ditawarkan perusahaan jasa kepada pelanggan tertentu. Misalnya dalam pelayanan perbankan, apabila hubungan baik dan kemitraan yang terjalin sudah sedemikian tinggi yang membawa keuntungan kedua belah pihak, maka biasanya pelanggan besar atau perusahaan akan dilayani secara khusus diluar pelanggan umum. Tetapi tetap saja, dalam komunitas mereka (yang eksklusif tadi) mereka tetap harus antri meski hanya sedikit.
            Pembaca yang saya cintai, dalam setiap aturan selalu saja ada kebijaksanaan. Dalam setiap ketentuan selalu saja ada eksepsi (pengecualian). Demikian juga dengan ketentuan yang dibuat oleh Allah SWT. Memang kita nanti akan ikut antri di padang mahsyar. Tetapi ketika kita telah mampu ber-KKN selama di dunia ini, insya Allah kita akan dimasukkan ke dalam golongan yang eksklusif tadi.
            Siapakah golongan eksklusif itu? Pertama tentu takdir yang dikaruniakan Allah kepada keluarga Nabi. Selanjutnya orang-orang alim yang pantas menerimanya. Dan insya Allah berikutnya adalah kita yang (1) sempurna wudhunya, (2) pandai berterima kasih kepada Allah, (3) dekat dengan Rasul melalui shalawat yang kit abaca, dan (4) yang amalnya ibadahnya baik.
Jadi menurut saya KKN sangat dianjurkan dalam kehidupan ini. Yaitu Korupsi dengan memanfaatkan momen lailatul qadar dan hikmah sayidul ayam (hari Jum’at). Kolusi, dengan kebiasaan kita dalam berdzikir membaca shalawat Nabi, insya Allah akan menjadi sarana kolusi yang dahsyat. Nepotisme? Tentu saja kita yang bukan keturunan ahlul bait (keturunan Rasul) harus berusaha dekat dan mendekat pada pewarisnya, yaitu para Ulama. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang yang tak perlu ikut budaya antri di akherat kelak. Amin@Moes250809

0 komentar: