Suatu
waktu Rasulullah SAW sedang beristirahat. Sayyidina Hasan RA cucu beliau yang
masih kecil meminta agar dibawakan segelas susu untuknya. Demi mendengar itu,
Rasul yang amat mencintai cucunya itu beranjak memeras susu dan membawakannya untuk
Putra Fatimah itu. Bersamaan dengan itu Husein RA adik kandung Hasan RA,
bangkit dari tempatnya hendak merebut gelas yang dibawa baginda Rasul. Namun
Rasul menghindar dan tetap menyerahkan gelas itu kepada Hasan RA.
Sayyidah
Fatimah RA yang menyaksikan kejadian itu protes kepada ayahandanya. “Wahai
utusan Allah! Sepertinya Engkau lebih mencintai Hasan dari pada Husein”.
Rasulullah SAW makhluk termulia di muka bumi ini kemudian menjawab : “Tidaklah
demikian anakku, Aku mendahulukan Hasan karena
dia memintanya lebih dahulu dan hak yang lebih dahulu harus diutamakan”,
demikian penjelasan Rasulullah sembari mengambilkan lagi untuk Husein RA.
Antri
yang kalau di Negara Barat sudah tertata
dengan rijit adalah untuk memberikan kepastian bagi pelanggan secara adil. Dengan
adanya antrian seseorang tidak bisa sembarangan menyerobot hak orang lain. Seharusnya
dalam antri tidaklah ada istilah siapa menjadi apa dan kekuasaan boleh
merusaknya. Ini tentu untuk antrian yang telah disepakati oleh mereka.
Kesepakatan ini tidak perlu tertulis, bahwa siapa yang datang lebih dahulu akan
dilayani lebih dahulu.
Untuk
mendapatkan kepastian hukum tersebut belakangan telah banyak ditemukan cara
agar antrian tetap bisa dilaksanakan dengan adil. Dengan mengambil nomor yang
kemudian dipanggil nomor tersebut, memanggil nama bahkan bisa jadi masih ada
model antrian yang menggunakan cara jadul berjejer. Sampai disini
asalkan masing-masing pihak ikhlas menerima ketentuan dan berkomitmen untuk
melaksanakannya, maka semuanya akan baik-baik saja.
Tetapi
ketika sudah mulai ada yang main serobot dengan berbagai cara, maka kekacauan
yang akan terjadi. Salah satu contoh, ketika kita sedang mengantri di SPBU
untuk mengisi BBM. Saat jalur antrian hanya satu meskipun mungkin menjadi
panjang, orang akan merasa nyaman dengan kondisi itu. Tetapi manakala tiba-tiba
datang orang atau serombongan orang yang kemudian mengantri lebih dekat dengan
membuat jalur baru, disinilah tragedy akan segera dimulai.
Artinya
memegang berkomitmen dengan segala resiko yang bakal terjadi akan membuat
segala sesuatu berjalan dengan baik. Tetapi apabila dalam komitmen itu lalu ada
pihak yang mencoba melanggar, maka itu adalah tindakan mungkar. Konsep nahi
mungkar adalah bagaikan berlarung dengan bahtera. Apabila seseorang hendak
melobangi bahtera itu dan yang lainnya membiarkan, maka apabila berhasil yang
tenggelam bukan saja si pembuat lobang, tetapi semua penumpangnya.
Nah,
untuk mengantisipasi hal tersebut kemudian ada pelayanan-pelayanan eksklusif
yang ditawarkan perusahaan jasa kepada pelanggan tertentu. Misalnya dalam
pelayanan perbankan, apabila hubungan baik dan kemitraan yang terjalin sudah
sedemikian tinggi yang membawa keuntungan kedua belah pihak, maka biasanya
pelanggan besar atau perusahaan akan dilayani secara khusus diluar pelanggan
umum. Tetapi tetap saja, dalam komunitas mereka (yang eksklusif tadi) mereka
tetap harus antri meski hanya sedikit.
Pembaca
yang saya cintai, dalam setiap aturan selalu saja ada kebijaksanaan. Dalam
setiap ketentuan selalu saja ada eksepsi (pengecualian). Demikian juga dengan
ketentuan yang dibuat oleh Allah SWT. Memang kita nanti akan ikut antri di padang mahsyar. Tetapi
ketika kita telah mampu ber-KKN selama di dunia ini, insya Allah kita akan
dimasukkan ke dalam golongan yang eksklusif tadi.
Siapakah
golongan eksklusif itu? Pertama tentu takdir yang dikaruniakan Allah kepada
keluarga Nabi. Selanjutnya orang-orang alim yang pantas menerimanya. Dan insya
Allah berikutnya adalah kita yang (1) sempurna wudhunya, (2) pandai berterima
kasih kepada Allah, (3) dekat dengan Rasul melalui shalawat yang kit abaca, dan
(4) yang amalnya ibadahnya baik.
Jadi menurut
saya KKN sangat dianjurkan dalam kehidupan ini. Yaitu Korupsi dengan
memanfaatkan momen lailatul qadar dan hikmah sayidul ayam (hari Jum’at).
Kolusi, dengan kebiasaan kita dalam berdzikir membaca shalawat Nabi, insya
Allah akan menjadi sarana kolusi yang dahsyat. Nepotisme? Tentu saja kita yang
bukan keturunan ahlul bait (keturunan Rasul) harus berusaha dekat dan mendekat
pada pewarisnya, yaitu para Ulama. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang
yang tak perlu ikut budaya antri di akherat kelak. Amin@Moes250809
0 komentar:
Posting Komentar