Minggu, 15 Januari 2012

Sakit menguntungkan lho... (dari buku MPIM karya Moeslih Rosyid)

Saya sering berucap kepada teman-teman saya bahwa saya bisa mengobati segala macam penyakit. Apapun bentuk penyakit itu insya Allah saya bisa mengobatinya. Kemudian secara berkelakar saya katakan bahwa saya bisa mengobati dan bukan menyembuhkan hehehehe… Benar kan? Bukankah menyembuhkan itu urusan Allah? Bahkan ketika kita meyakini bahwa kesembuhan suatu penyakit yang diobati oleh dokter atau karena minum obat dan sembuh lalu kita memercayainya disembuhkan oleh dokter atau obat itu, maka syiriklah kita. Karena kesembuhan adalah hak mutlak Allah. Apalagi memercayai bahwa ‘batu Ponari’ bisa menyembuhkan, naudzubillah min dzalik. Tugas kita berikhtiar, dan sembuh adalah urusan Allah.

Dengan sakit bisa jadi menjadi lebih baik dari waktu ke waktu dan kita akan terhindar dari sifat sombong yang hanya dimiliki oleh Allah SWT. Beruntunglah orang yang dikaruniai penyakit. Fir’aun laknatullah tidak dikaruniai penyakit yang kemudian sombong dan mengaku Tuhan. Sesungguhnya sakit adalah siklus alam yang harus dijalani seorang manusia. Dengan mengalami sakit seseorang menjadi manusia yang sebenarnya. Mereka memiliki kelebihan dan kelemahan. Mereka selalu memiliki dua sisi yang berlawanan. Panjang-pendek, tinggi-rendah, pintar-bodoh, lapang-sempit dan tentunya ada sehat dan sakit. Kalau tidak? Bukanlah manusia, benar?

Ini ada kabar gembira bagi siapapun yang tengah mengalami sakit. Ternyata ketika kita sakit, akan datang keuntungan yang melimpah ruah. Dari sekian banyak keuntungan orang sakit, saya meringkasnya dalam 5 keuntungan saja. Keuntungan tersebut adalah (1) terhapusnya dosa (2) agar kita bisa istiqamah ke jalan Allah SWT (3) Bukti cinta Allah kepada kita (4) Sebagai sarana introspeksi diri dan menyucikan diri (5) Allah akan mengangkat derajat orang yang sakit tersebut.

(1) Terhapusnya dosa, sebagaimana dilansir dalam Al Qur’an Asy Syura (30), wa ma ashabakum min musibatiin fabima kasabat aidikum waya’fu an katsir. Dan kami memberikan musibah yang disebabkan oleh perbuatan tanganmu dan untuk mengampuni sebagian dari dosamu. Ketika seseorang sedang sakit, istighfar, permohonan ampun dan dzikir kerap disebut lantaran takut ajal kian mendekat. Kondisi ini cukup manguntungkan bagi seorang muslim demi menjadi lebih baik.

Bahkan saya yang pernah merasa menjadi murid bagi seorang murshid (guru spiritual), karena guru saya memiliki sunah sakit setiap 40 hari, saya juga ikut-ikutan. Dari situ saya semakin sadar dan yakin bahwa penyakit hanya ada dalam pikiran kita. Kalau kita berfikir sakit, memang sakitlah kita. Bahkan flu berat yang sebenarnya tidak masuk akal terjadi, bisa melanda saya. Tetapi kalau kita berfikir sehat, meskipun ngilu-ngilu di sekujur tubuh dan sesak nafas atau pusing kepala sekalipun, akan segera hilang oleh pikiran positif kita.

Sakit, baik yang benar-benar karena anugerah Allah atau yang disengaja seperti yang dulu saya lakukan itu, bisa kita jadikan sebagai loket pencuci dosa kita. Sebagai manusia yang tak mungkin tidak punya dosa, sakit akan menjadi salah satu sarana bagi penyucian diri kita. Seraya dibarengi dengan dzikir sebagai bentuk cinta pada diri sendiri yaitu melafalkan istighfar, astagffirullahal adzim. Dan bagi yang mau menghafal ada sayidul istghfar atau rajanya istighfar bisa dibaca secara rutin seperti ini : Allahumma anta rabbi la ilaha illa anta khalaqtani, wa ana abdika wa ana ala ahdika wawa’dika mastatha’tu waa’udzubika min syarri ma sana;tu, abu’u laka bii’matika alayya, waabu’u bdanbi faghfirli ya Allah, fa innahu la yaghfirudhunuba illa anta. Ya Allah, Engkau adalah tuhan kami, tidak ada tuhan selain Engkau, Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu, dan aku berada dalam kesepakatan (kontrak) dengan-Mu. Mampukanlah aku untuk memenuhi kontrak itu ya Allah, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan rutinitasku. Aku datang kepada-Mu dengan telah menikmati semua anugerah yang kau berikan. Tetapi aku juga acap datang kepada-Mu dengan membawa dosa, maka ampunilah aku ya Allah, karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Doa ini juga terdapat dalam doa dan amalan pada bagian bonus buku.

(2) Agar istiqamah ke jalan Allah, Qs Zukhruf : 48 menyindir bahwa ditimpakan adzab kepada manusia yang tak terkecuali kita dimaksudkan agar kita kembali ke jalan-Nya. Wa akhadznakum bil adzabi la’alahum yarjiun. Dan kami timpakan kepada mereka dengan adzab agar mereka kembali kepada Tuhannya. Kita yang nisbi ini kerap berlumur dosa. Bahkan kejahatan rutinitas dunia kita menambah daftar dosa yang terus kita catatkan. Tetapi itu tetap suatu kondisi yang manusiawi, karena tak seorangpun tanpa dosa. Tak seorang pun bersih dari bolot-bolot dan dakinya amal yang berupa salah dan lupa, ya tentu dosalah ujungnya.

Sakit yang menimpa kita jangan dianggap sebagai adzab bahkan murka Allah yang hati kita memvonis bahwa Allah jahat dan tidak adil. Mungkin selama ini kita memang telah shalat, tetapi hanya melaksanakannya. Kita belum mendidirkan shalat, yaitu menegakkannya dengan melaksanakan secara konsisten, tepat waktu dan disiplin. Shalat bagi kita masih seperti kebelet buang air besar yang akan merasa lega setelah melakukannya. Padahal di dalam shalat kita menemukan begitu banyak manfaat. Ketenangan, kemudahan, solusi bahkan obat bagi semua jenis penyakit yang ada di dunia ini.

Itu baru dari ibadah shalat, belum zakat yang apabila kita melaksanakannya dengan benar dan ikhlas, akan membuat kita bukan saja bersih, tetapi juga sehat dan kaya. Banyak bukti betapa orang yang rajin membayar zakat harta, semakin dia berzakat semakin kaya dibuatnya. Itulah manajemen Allah yang harus kita yakini. Syech Puji dan sekian banyak orang kaya di negeri ini, setiap tahunnya membayarkan zakat hartanya untuk yang berhak menerimanya. Dan karena perbuatannya itulah mereka semakin dijamin. Mereka semakin mendapatkan kekayaan berupa rejeki dari arah yang tidak disangka sangka.

Intinya semua ibadah yang diperintahkan Allah adalah untuk kepentingan kita sendiri. Kita mau shalat atau tidak Allah tetap kaya, Allah tetap Mahakuasa. Sehingga ketika sakit menjenguk kita, jadikan dia sebagai pengingat bahwa mungkin selama ini kita masih kurang istiqamah dalam menjalankan perintah-Nya.

Saudaraku yang dicintai Allah, dari sekian kegiatan yang kita lakukan, dari 24 jam yang diberikan Allah kepada kita, selayaknya kita mengambil sedikit waktu untuk beristiqamah melaksanakan perintah Allah. Mungkin kita baik atau brengsek dalam kehidupan ini, tetapi setelah bersumpah dengan syahadat, jadikan semua yang diberikan Allah yang tak terkecuali penyakit sebagai pengawas bagi kita untuk terus bisa mengabdi kepada-Nya. Berniaga dengan BMI dengan berbagai produknya adalah salah satu jalan dalam beristiqamah pada jalan Allah. Ini pilihan. Silakan dipilih atau ditinggalkan. Semuanya memiliki konsekuensi masing-masing.

(3) Bukti cinta Allah kepada kita. Pembaca pernah mendengar kisah nabi Ayub As kan?. Betapa cinta Allah kepada kekasihnya direalisasikan dengan penyakit yang sedemikian berat. Saya pun tidak bisa menjamin bahwa saya akan mampu melewati ujian seperti itu. Bayangkan, kenikmatan yang diberikan sedemikian sempurna sebelum mendapatkan ujian itu. Rumah mewah, kekayaan, istri shalehah, anak-anak yang luar biasa membahagiakannya kemudian diambil satu persatu. Setelah semuanya diambil, dibuatlah dia menderita penyakit kulit yang tak terperikan sakitnya. Ulat-ulat yang menempel pada lukanya diambil untuk sementara ketika waktu shalat tiba. Dan dikembalikanlah mereka pada luka itu untuk melanjutkan ujian yang diterimanya.

Keyakinan Nabi Ayub As adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, bahwa seberat apapun suatu penyakit, kalau kita ikhlas menerimanya akan menjadi nikmat tersendiri. Hingga tiba suatu masa, sang istri yang kemudian menjual rambutnya dan lari darinya adalah batas ujian itu. Lalu Allah menyembuhkan Nabi Ayub As hanya dengan air dan memberikannya lagi kenikmatan yang selama ini diambil oleh-Nya.

Allah dalam surat Al Baqarah telah berjanji, bahwa Dia tidak akan menguji umatnya diluar kemampuan. La yukalifullahu nafsan illa wus’aha. Allah tidak akan menguji seseorang diluar kemampuannya. Sakit hanya ujian kecil yang Allah berikan pada kita. Penyakit menjadi saksi betapa Allah sangat mencintai kita. Betapa Allah tidak menginginkan kita terjerumus pada lembah dosa yang kita tak tahu bagaimana cara Allah mengaturnya. Itulah salah satu cara Allah mencintai umatnya.

(4) Sebagai sarana introspeksi diri dan menyucikan diri. Ketika kita sering mentang-mentang sebagai apa saja, kecongkakan dan kesombongan yang kita pertunjukkan kepada Allah mendapatkan rem dari penyakit. Bukan hanya itu, mungkin kita sering melakukan dosa kecil atau bahkan dosa besar dan aman-aman saja. Tatkala sedang asyik menikmati kedurjanaan itu kita melupakan semuanya. Bahkan sesuatu yang semestinya kita lakukan tidak kita laksanakan, sesuatu yang semestinya tidak dilaksanakan dilakukan. Sehingga sakit memang bisa menjadi salah satu cara agar kita bisa berhenti atau minimal mengurangi intensitas dosa kita.

Penyakit hati yang sengaja tidak kita bahas disini akan berkurang satu demi satu. Penyakit hati yang melumuri jiwa kita dengan dosa, akan berguguran satu demi satu. Iri, dengki, dendam, amarah, sombong, congkak, takabur, munafik dan sejenisnya akan lebur selama menjalani sakit. Semoga kita termasuk yang demikian itu, Amin. Penyakit hati ini akan kami bahas secara luas pada buku MPIM-2. Buku itu berjudul ‘Membangun Area Bebas Stress (MABES). Silakan bila berminat.

Dua tempat yang biasa kita gunakan untuk menghisab (menghitung) diri atau berintrospeksi adalah ketika sebelum tidur dan sedikit waktu usai shalat malam. Ternyata ada tambahan satu moment lagi yaitu ketika Allah memberikan anugerah sakit kepada kita. Dengan berintrospeksi kita akan sadar betapa jahatnya kita, betapa tidak taatnya kita kepada Allah dan betapa kita ini bukan siapa-siapa yang pantas untuk berlaku sombong di muka bumi ini. Dengan sakit, diharapkan jiwa kita akan menjadi nol yang saya sebut dengan zero action. Dengan sakit Pikiran kita akan bersih dari hal-hal yang tidak disukai Allah Azza wa jala yang nyawa kita ada di tangan-Nya. Kecuali kalau ingin terus sakit.

(5) Allah akan mengangkat derajat orang sakit. Dalam sebuah ayat dikatakan bahwa apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka akan diberi musibah dulu. Man yuridillahu bihi khaira, yushib minhu. Barang siapa dikehendaki Allah kebaikan padanya, maka Allah akan memberinya musibah dulu. Allah lebih tahu dengan apa yang Dia lakukan. Allah adalah Tuhan yang berkuasa untuk berbuat apapun. Allah berkehendak untuk melakukan apa saja. Ketika Allah mau, tak seorang pun bisa menghalanginya. Dan ketika Allah tidak mau, walaupun semua makhluk mengusahakan, niscaya tidak akan pernah bisa tercapai.

Sakit yang kita derita dalam suatu kondisi akan menjadi sarana bagi kita untuk mendapatkan derajat yang tinggi di sisinya. Bahkan Rasulullah SAW yang sudah dijamin oleh Allah saja tetap menjalani masa sakit ketika menjelang wafat. Intinya penyakit yang kita derita adalah cara Allah untuk memberikan apa yang kita butuhkan, baik kebutuhan di dunia demi kesuksesannya di sana maupun untuk bekal di akherat kelak.

Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya, seorang hamba jika sudah ditetapkan oleh Allah dengan sebuah kedudukan di sisi-Nya yang tidak akan pernah bisa dicapai dengan perbuatannya, maka Allah akan mengujinya dengan ujian yang menimpa dirinya, hartanya, atau anak-anaknya. Kemudian hamba tersebut bersabar atas ujian itu sampai mencapai pada kedudukan yang sudah ditetapkan Allah taala kepadanya” (HR Abu Daud dan disahihkan oleh Albani).

Bahkan janji Allah melalui hadits Nabi SAW bahwa berkat sakit akan menjadi sarana bagi kita masuk surga. Berbahagialah wahai saudara-saudari seiman yang sedang sakit, sebab sakit bisa menjadi sarana bagi seseorang untuk diangkat derajatnya dan dimasukkan oleg Allah ke surga-Nya.

Suatu saat Ibnu Abbas Ra bertanya kepada salah seorang sahabatnya, “maukah aku tunjukkan seorang wanita penduduk surga?”, sahabat menjawab “Ya”. Lalu Ibnu Abbas menjelaskan, “wanita tersebut adalah seorang wanita berkulit hitam yang datang kepada Nabi SAW kemudian berkata,”wahai Rasulullah, aku terkena penyakit ayan (epilepsy) dan pakaianku tersingkap ketika penyakitku kambuh, maka doakanlah kesembuhan untukku wahai Rasulullah”, kata wanita itu yang kemudian rasulullah bersabda,”Jika engkau mau bersabar maka bagimu surga, dan jika engkau mau akan aku doakan kesembuhan untukmu,”. Wanita tersebut menjawab,”aku bersabar wahai Rasulullah, tapi pakaianku tersingkap ketika aku kambuh, maka doakan agar pakaianku tidak tersingkap,” maka Rasulullah mendoakan untuknya (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi karena wanita itu ingin mandapatkan surga saja, maka dia lebih rela untuk menikmati penyakitnya dari pada didoakan agar sembuh. Dan bagi kita, tentu bukan untuk menginginkan surga atau takut neraka, tetapi keridhaan Allahlah yang kita harapkan. Amin.Jangankan surga, yang lebih dari itupun akan diberikan. Karena Allah maha memiliki segalanya.

0 komentar: