Rabu, 11 Januari 2012

Jin Santi dari Semongkat Sumbawa NTB (dari buku MPIM karya Moeslih Rosyid)


Kedatangan saya membuat Icha sempat terdiam dari omelannya. Jin Santi yang kerasan dengan tubuh Icha kembali bertengger di sana. Penyembuhan dengan level satu dan dua sudah terlaksana. Yaitu dengan air minum dan ancaman pukulan. Dan Santi masih bergeming, tak mau keluar dari tubuh Icha. Akhirnya sebagai pemungkas atas izin dari kedua orang tuanya, kami sepakat untuk memandikan Icha agar jin yang katanya sudah tiga hari ini mengeram, segera ngacir

Aura mistik Sumbawa

Sumbawa, sejak 7 Februari 2007 ketika kami pertama kali datang, memang luar biasa. Aura spiritual yang menjurus kearah magic sangat kental. Kayak tahu aja ya? Hehehehe… Tetapi kayaknya sih benar. Area yang sangat luas dengan penghuni dari golongan manusia yang masih sedikit, membuat golongan jin demen tinggal di Sumbawa.

Pulau Sumbawa dengan luas hampir dua kali lipat Pulau Lombok, hanya dihuni oleh kurang dari setengah penduduk di Lombok. Masih luas, masih perawan dan masih menyimpan banyak potensi untuk digarap oleh yang berkompeten saat itu.

Seperti biasa saya tidak bisa lepas dari kegiatan di Kepalangmerahan. Donor darah memang sudah rutin kami lakukan. Dan ngumpul bareng Korp Suka rela (KSR) membuat saya merasa awet muda. Kesamaan cara pandang dan jiwa petualang adalah satu pengikat yang susah untuk dilepaskan dimanapun saya berada.

Bulan Agustus 2008 PMR SMAN 1 Sumbawa mengadakan Diklatsar bersama SMPN 1 Sumbawa. Saya tidak tahu apa saja progam mereka di Semongkat tersebut. Yang saya tahu dua hari berturut-turut Adrian KSR yang juga wartawan menelpon saya. Demikian juga Mas Moel, Mas Dendis dan Mas Manaungi. Padahal saya juga sedang ber-KKL (Kuliah Kerja Lapangan) sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UNSA yang menginduk pada Universitas 45 Mataram di Desa kerekeh. Kerekeh, mohon maaf terkadang koneksi jaringan GSM suka ngadat. Jadi komunikasi sering terganggu.

Hari ketiga yang kebetulan saya sedang di rumah, rupanya teman-teman KSR tidak kehabisan akal untuk menemui saya. Karena untuk kasus yang sama sewaktu SMAN 1 mengadakan acara Basai Ate 2 acara Temu PMR se NTB Di Labuhan saya datang.


Jemputan pun datang untuk SantiPukul 22.00 ketika sedang asyik menikmati acara TV mereka datang menjemput saya ke rumah. Berangkatlah saya dibonceng oleh Mr Manaungi. Ternyata ada seorang anggota PMR yang kesurupan katanya.

Sebagai persiapan, sambil ngobrol sekenanya di jalan, persiapan doa sudah beberapa kali saya baca. Tiba di lokasi yang ternyata mereka berkumpul di balai pertemuan Desa Semongkat, memang sedang ramai. Kedatangan saya disambut oleh seorang panitia bernama Darisya Cahyani yang akrab dipanggil Icha.

“Kok Bapak ini bau menyan sih”, kata Icha kepada saya yang kemudian Wsssssssssssss… dia terjatuh, berguling-guling dan mengomel semaunya. Melihat kondisi kurang keren tersebut saya sarankan agar Icha dibawa ke tempat yang terpisah dari peserta lainnya. Tidak enak kan, masak kejadian begitu dijadikan sebagai pertunjukan. Alhasil dibawalah Icha ke Rumah dinas Camat Batu Lanteh yang kebetulan Pak Arif, Pak Camatnya sedang ke luar kota.

Disana saya sudah berfikir bahwa anak ini ada masalah. Habis biasanya saya datang saja jin sudah tidak merasuki korban. Ceileh .., sombong nih. Bukan begitu. Tetapi hati kecil saya mengatakan demikian.

Benarlah kenyataannya. Setiap saya keluarkan jin yang kemudian membisikkan ke saya bernama Hesti itu memang keluar masuk.

“Bukan Hesti, aku Santi”, teriak jin yang merasuki Icha protes dengan batin saya yang dianggapnya salah. Santi benar memang dia yang masuk ke jasad Icha. Tetapi Hesti yang berada di luar karena tidak diperkenankan oleh Santi juga ingin sekali bisa masuk. Jadi ternyata benar dua-duanya.

Masalahnya sekarang mengapa Santi pun susah disuruh keluar?. Tanpa pikir panjang, setelah permasalahan saya tangkap, saya segera pamit dari mereka. Permasalahan yang menimpa Icha cukup jelas. Yaitu sebelum pelatihan dia sudah dilarang oleh Ibunya untuk mengikutinya agar pelajaran di sekolah tidak terganggu. Tetapi kengeyelannya lalu membuatnya sial dengan hilangnya sebelah antingnya.

Takut dengan marah orang tua, Icha kemudian bekerja sama dengan jin Santi yang memang mirip dengannya, katanya. Saya minta air putih satu gelas. Saya bacakan dua doa sekaligus. Nurbuah dan bismikal a’dzam. Kemudian saya usapkan ke wajahnya dan diminumkan. Alhamdulillah Icha sembuh. Tetapi batin saya masih mengatakan bahwa Icha akan berlanjut karena pikirannya masih dipenuhi dengan satu masalah. Yaitu tegoran orang tua akibat hilangnya anting kesayangannya. Saya tidak peduli, karena ketika saya tinggal, istri saya juga sedang sakit perut. Namun alhamdulillah malam itu tidak ada masalah lagi di Semongkat kata panitia.

Apapun bisa dilakukan  oleh orang yang yakin

Masalah memang belum selesai

Bakda Maghrib keesokan harinya, seperti feeling saya, terjadi lagi. Setelah berkomunikasi sebelumnya, Mr Manaungi dan beberapa orang PMR SMAN 1 Sumbawa kelas 3 menjemput saya. Katanya Icha kumat lagi dan berada di rumah orang tuanya di Desa Poto Kecamatan Moyo Hilir, kira-kira perjalanan 20 menit dari Sumbawa. Berangkatlah kami kesana naik sepeda motor bareng-bareng. Lagi-lagi saya dibonceng oleh Mas Manaungi. Menyusur jalan bergelombang antara Bukit Tinggi – Poto, tiba-tiba ada perasaan tidak enak menghinggapi saya. Tapi saya biarkan saja dan lupakan.

Namun apa yang kami dapat? Mas Manaungi sempat marah pada PMR-nya karena memberikan informasi yang salah. Icha tidak berada di rumahnya yang sedang padam listrik di Poto itu ketika kami tiba disana. Tetapi Icha berada di Brang Bara Sumbawa dimana dia tinggal bersama kakak kandung dan pamannya yang menjadi Kepala SMP Lenangguar. Astaghfirullah..!!, saya yang tidak ada beban dan sudah terbiasa dengan kondisi demikian alhamdulillah tidak emosi. Menurutku untuk banyak hal, ketenangan sangat diperlukan agar tetap bisa berfikir jernih dan menyelesaikan masalah secara elegant. Maka perjalanan dilanjutkan ke Brangbara di kota Sumbawa.

Sampai di Brang Bara yang adalah rumah pasangan Ustadz Nur dan Ibu Rukmini ini, sudah penuh dengan orang. Dengan berucap tabik (permisi) berkali-kali saya langkahi orang yang sudah dari tadi menunggu. Sanak kadang dari keluarga besar Bapak Jaelani (Bapak Icha) dan Ustadz Nur sebagian besar hadir dalam acara spontan tersebut.

Jadi di keluarga itu ada tren ajak mengajak anak saudara untuk tinggal di rumahnya. Ustadz Nur dengan dua jagoannya yang masih SD tinggal di kampung Bugis. Berpisahlah beliau dan istri dengan anak-anaknya. Sementara Icha dan Mulyani yang keduanya anak dari Pak Jaelani seorang guru di Poto tinggal di Brang Bara bersama Ustadz Nur dan Ibu Rukmini.

Bagus, menurut saya sangat bagus. Hal ini menunjukkan betapa hubungan kekeluargaan di keluarga ini sangat baik. Ini patut kita contoh. Karena ketika kiamat sudah sangat dekat, hubungan persaudaraan akan rengggang dan mungkin bisa putus, ikatan persahabatan semakin erat. Orang lain menjadi saudara. Saudara menjadi bukan siap-siapa. Dan saat itulah kemudian akan terjadi kiamat sebenarnya. Naaudzu billah min dzalik. Jadi keluarga ini telah menjauhkan kembali kita kepada kiamat hehehehe..

Akhirnya harus mandi air doa

K

E Kedatangan saya membuat Icha sempat terdiam dari omelannya. Jin Santi yang kerasan dengan tubuh Icha kembali bertengger di sana. Penyembuhan dengan level satu dan dua sudah terlaksana. Yaitu dengan air minum dan ancaman pukulan. Dan Santi masih bergeming. Tak mau keluar dari tubuh Icha. Akhirnya sebagai pemungkas atas izin dari kedua orang tuanya, kami sepakat untuk memandikan Icha agar jin yang katanya sudah tiga hari ini mengeram, segera ngacir.

Kami berempat, Ibunda Icha, Bibi Rukmini, Icha dan saya berada di kamar mandi untuk prosesi itu. Dengan kepasrahan yang menurut saya sudah tingkat tinggi, dengan sempat tertetes air mata, saya siram Icha dengan air. Doa hasbunallahu wanikmal wakil nikmal maula wa nikman nashir, saya jadikan andalan disini. Sekelebat terlihat oleh saya bayangan Santi keluar dari tubuh Icha.

Tetapi Icha masih belum siuman. Maka dengan keras saya tuduh bahwa dia sedang bekerja sama dengan jin. Dia telah berlindung kepada selain Allah, yaitu jin. Icha menangis, yang membuat saya iba. Saya yakin itu adalah murni Icha meski gayanya masih seperti kesurupan. Akhirnya saya memohon kepada sang ibu kandung Icha.

“Bu, Icha tidak yakin bahwa dia tidak akan dimarahi karena hilangnya anting itu. Coba ibu bersumpah demi nama Allah bahwa Ibu tidak akan marah karena itu”, pinta saya yang langsung dilaksanakan oleh sang Ibu. Kontan Icha normal dan seratus persen sadar. Subhanallah. Demikianlah perjalanan panjang sebuah drama yang sangat menarik untuk dipelajari.

Banyak ilmu yang kemudian saya petik. Betapa orang yang kesurupan tidak akan bisa diobati sebelum akar permasalahannya diselesaikan terlebih dahulu. Kekerasan hanya akan membuat segalanya menjadi kacau. Tetapi kekuatan batin dan pemberian solusi jauh lebih bermanfaat bagi semua orang, yang tak terkecuali pasien.

Suasana menjadi aman terkendali. Icha bebersih diri, mandi dan ganti baju. Teman-temannya dan juga keluarga besar Ustadz Nur mendapatkan pencerahan tentang berbakti pada orang tua dan sedikit tentang bangsa jin. Saya sendiri juga tidak begitu paham. Mengapa saya bisa memberikan ceramah kepada para sesepuh yang terlihat juga ada beberapa ulama disana. Ya Allah, ampunilah segala dosa kami. Baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Amin

0 komentar: