Kamis, 26 Juli 2012

Golek Dukun Nang Endi? Kok Mandi men? (dari buku Pak Ngut, ghost writter : Moeslih Rosyid)

Bagian 9


Golek Dukun Nang Endi? Kok Mandi men?



Berbeda dengan yang saya alami tadi, dik Bibit tidak tahu bahwa hubungan kami sudah direstui. Seandainya saat itu sudah ada Handphone, pasti sudah saya telepon. Minimal saya SMS. Tetapi apa daya, jangankan HP, telepon saja belum ada. Jangankan telepon, listrik saja belum ada. Ya sudahlah tunggu saja tanggal mainnya. Kabar ini biar disampaikan oleh keluarganya saja, saya manut ae. Wong saya juga tidak mungkin datang ke rumahnya dan memberitahukan kabar gembira ini. Gengsi dong, habis diangkat mosok mau dibanting harga diri ini.

Tanggal 22 Agustus 1965, Jam 5 sore naip (petugas dari KUA) datang ke rumah Bibit untuk menikahkan kami. Terdengar kabar buruk bahwa Bibit lari dari rumah. Bahkan dia lari dari rumah sejak pagi karena mau dinikahkan. Dan setelah berhasil dirayu oleh semua keluarganya baru mau pulang. Itupun saat naip datang pas dia seterika, ditinggal lari lagi.

“Yu Tun putri Pakdhe Mul meyakinkan saya bahwa saya tidak akan dipaksa. Maka saya pulang,” ungkap Bibit kepada saya setelah selesai menikah. Usut punya usut ternyata saat Bibit minggat dari rumah, semua keluarga sudah merayunya untuk pulang. Bahkan kalau orang tuanya yang ngomong dia malah sepelekan. Gak direken. Dia remehkan. Dan terakhir Paklik Zaenal mengingatkan dengan kalimat yang jitu baru dia mau pulang.

“Nak, ngko lek ibumu loro mergo kowe trus piye? (Nak, nanti kalau ibumu sakit karena kamu trus gimana?) kalimat ini seperti membangunkan Bibit dari tidurnya. Ternyata dia sayang sama orang tuanya. Tahu tidak Pembaca, belakangan dia mengaku kepada saya bahwa ketika minggat itu dia nglesot (apa bahasa Indonesianya nglesot?) di bawah pohon nangka.

Akhirnya saya paham mengapa Bibit berbuat seperti itu. Ternyata orang tuanya tidak secara lengkap mengatakan kepada Bibit bahwa dia dinikahkan dengan perjaka ganteng dari Srengat Biltar. Dia hanya diberitahu bahwa dia akan dinikahkan. Ya terang saja dia yang hanya cinta ama gua menolak, hehehehe….

Buktinya setelah dia diseret Yu Tun ke jendela dan melihat siapa yang datang, dia mau. “Ealah, bareng ngerti nek mantene aku, dee ngethek ae.” (Ealah setelah tahu kalau pengantennya aku, dia malah nyosor).

“Wistalah, lek mantene dudu Sengut amuken aku,” (Sudahlah, kalau pengantennya bukan Sungut marahin saja aku),” demikian kata Yu Tun kepada Bibit. Alhasil demi mengejar target, saya suruh teman-teman menjemput naip yang tadi harus balik kucing karena pernikahan tidak jelas sore tadi. Jam 21.00 tanggal 22 Agustus 2012 akhirnya kami menikah.

Dan yang sangat menggelikan adalah statemen Mbah Hj. Nusibatun yang seperti tak punya dosa. Beliau menyampaikan ini sambil berbisik kepada ibu mertua saya, “Nduk, anakmu mbok dukunke nyandi kok mandi men?“ (Nak, anakmu kamu carikan dukun dimana kok manjur banget?).”

Ono-ono ae ceritaku iki (ada-ada saja cerita saya ini). Bahkan saat di Surabaya Bibit sempat dilamar bakul empon-empon kepada saya. Dikira dia anak saya, ya ampun, apa saya memang terlihat terlalu tua untuk dia?. Mungkin benar kelihatan tua karena saat itu benar-benar menderita. Saya cuek aja, “berarti bojoku ayu,” (Berarti istri saya cantik.”



*******



0 komentar: