Kamis, 26 Juli 2012

Dik Bibit I Love You (dari buku Pak Ngut, ghost writter : Moeslih Rosyid)

Bagian 8


Dik Bibit I Love You





Saat menemukan jodoh yang tepat dan yakin, pasti seseorang akan berjuang untuk mendapatkannya. Selanjutnya, jika semua sudah tiba waktunya, meminangnya dan menikahinya adalah sesuatu yang jamak dilakukan orang. Saya punya cerita yang unik dengan kehidupan pernikahan saya. inilah ceritanya.

Ibu saya meninggal dunia saat saya kelas 6 Sekolah Rakyat. Ayah pun lalu menikah dengan wanita lain. Dari 9 orang bersaudara sayalah yang tukang berontak, sehingga merasa mendapatkan sesuatu yang kurang sesuai dengan nurani saya, saya minggat dari rumah dan tinggal di rumah Pakdhe. Pakdhe yang saya ikuti ini bernama Pakdhe Mulyo kakak ibu saya.

Waktu berlalu sampai saya sudah mengenal akan apa itu cinta. Cinta itu perasaan yang tidak karuan itu kan? Hehehe… dan saya menemukannya di rumah Pakdhe Mul. Di sebelah rumah Pakdhe ada gadis cantik imut yang ayune nemen (cantiknya luar biasa). Sayangnya dia belum tahu apa-apa karena masih kecil. Maklum selisih umur saya dengan dia 9 tahun. Akhirnya meskipun dia gak ngerti-ngerti saya buat ngerti sajalah hehehe…

Walhasil, saya bisa membuat dia mengerti dan ternyata saya tidak sedang bertepuk sebelah tangan. Rupanya selama beberapa tahun saya di rumah Pakdhe yang bertetanggaan dengannya, dia sudah menyimpan rasa itu sejak lama. Tetapi saat saya tanya, dia pun tidak tahu apakah itu cinta atau apa sebutannya.

Saya tidak tahu persis kapan kami jadian. Bahkan bahasa jadian saja saya baru dapat dari anak-anak IME saat kami ngobrol-ngobrol. Yang jelas kami saling suka.

Tahu tidak Pembaca? Saya masih ingat bahwa saya punya panggilan kathak kithik yang bisa diartikan setan alas. Entah karena itu atau atas sebab apa tak seorang pun dari keluarga gadis cantik bernama Bibit Siti Rahayu ini setuju dengan hubungan kami. Kalau Pembaca menjadi saya gimana ni? Saya sudah kadung kepencut. Bahkan benar kata gombloh, “tahi kucing rasa cokelat” semua yang berhubungan dengan Dik Bibit adalah keindahan. Oh Allah, rupanya ini to yang disebut cinta. Pengin ketemu terus dan sangat ingin memiliki.

Ilmu otak atik saya terapkan. Saya menemukan prinsip Karl Mark dan juga Bung Karno. Dan ini juga ada di San Min Chu. Intinya sesuatu dilihat dari pokok dan tidak pokok. Yang pokok diutamakan dan yang tidak pokok bisa diotak atik. Saya suka kepada Bibit, jadi yang penting Bibit saat itu. Saat itu orang lain tidak penting, tetapi saya tetap hormat pada orang tuanya.

Berbekal dari prinsip itu, maka sejak saat itu dengan berbagai strategi saya majuuuuuu jlan!!!. Dan Alhamdulillah hasilnya, tetap ditolak dan diusir oleh keluarga mereka. Sedih…

Berbagai cara saya lakukan untuk mendapatkannya. Segala strategi sudah saya terapkan dan hasilnya masih nihil. Saya sempat berfikir apakah dia bukan jodoh saya? Tetapi saya tidak boleh mundur. Harus terus maju dan maju, pantang mundur. Saya masih punya seambrek strategi baru. Mudah-mudahan strategi ini jitu. Tetapi apapun hasilnya gak masalah, yang penting usaha.

Ini taktik untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Saat dia daftar kuliah di Malang, masuk di Fakultas Ekonomi Brawijaya, saya bawa ke rumah saya di Malang. Sehingga orang kampung geger dikira Bibit saya bawa lari. Padahal dia nunggu saya di Rumah Sakit Lavalete. Saya kena Thypus, mungkin kelelahan atau karena mikir Bibit kali ya?

Karena gegernya di kampung, Pakdhe Mulyo datang ke rumah Malang. Ndelalah beliau melihat ada sandal perempuan di kamar. “La iki opo, tenan digowo mlayu,” (Nah ini dia, ternyata benar dibawa lari). Akhirnya meskipun saya baru pulang dari rumah sakit, dipaksa pulang saat itu tanpa penjelasan yang jelas.

Pagi-pagi orang tua Bibit datang ke tempat saya. saya tidak tahu apa yang akan mereka labrakkan lagi kepada saya. saya pun masih lemah, lemes karena sakit kemarin belum 100% pulih. Tetapi biarlah, apapun yang akan terjadi saya serahkan kepada Allah Swt. Mau dimarahi kek, mau dicaci maki kek, bahkan dipukul pun saya siap. Apalah arti sebuah penderitaan di dunia. Toh saya juga sudah mengalami sakit yang lumayan kemarin.

Saya temui mereka dengan hati yang berantakan. Deg degan, khawatir, dan sangat takut. Maklum kekuatan jiwa saya agak menurun karena fisik juga masih lemah. Tetapi ternyata mereka tidak melabrak saya. mereka datang dengan baik-baik. Dan duduklah kami di ruang tamu. Saya menunggu apa kira-kira yang akan dikatakan mereka. Saya siap dicaci maki bahkan bila disuruh pergi dari kampung itu akan saya pertimbangkan.

Ternyata mereka tidak melakukannya. Kami ngobrol dengan baik dan penuh dengan kekeluargaan. Saat ditanyakan perihal kesehatan saja, saya sudah berbunga-bunga. Dan….

“Dik Sengut, arep opo-opo ae mungkin iki wis dadi jodomu. Dadi wong tuwo saiki mung kari mgrestui ae. Insya Allah kowe ndang dirabekne karo Bibit putriku,” (Dik Sengut, apapun kondisinya mungkin ini sudah menjadi jodohmu. Jadi orang tua sekarang tinggal merestui saja. Insya Allah kamu segera dinikahkan dengan Bibit Putri saya). Setengah sadar saya cubit kulitku, ternyata ini fakta dan bahagia ini rasanya luar biasa. “I love You Bibit…!!.”

Lalu saya bertanya, “kapan acaranipun Mbok? (kapan acara pernikahannya Bu?). “yo dino iki,” (ya hari ini). Seperti disambar geledek mendengar ungkapan beliau.

******

0 komentar: