Ulul albab
memaksimalkan fungsi otak
Bismillah, alhamdu
lillah, semoga
apapun yang kita lakukan muaranya adalah ridha Allah Swt. Sebagai manusia yang
merupakan makhluk paling sempurna yang dikaruniai bukan hanya jasmani yang
demikian harmoni juga kemampuan akal yang demikian tinggi. Dalam bahasa Qur’an,
bagi mereka yang bisa mengoptimalkan fungsinya dikelompokkan sebagai ulul albab. Ulul albab yang bermakna memiliki otak dan dimaksimalkan fungsinya.
Hal ini sesuai dengan sebuah ayat yang menjadi favorit Rasulullah Saw selalu baca
dalam shalat malam. Ayat tersebut adalah Qs Al Imron : 190-200.
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, ( Qs Al Imron : 190) dan seterusnya….
Konsideran
dari Al Imran : 190 adalah Al Baqarah : 152 sebagai berikut :
“Fadzkuruni adzkurukum, wasykuru li wala
takfuruun,” Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98],
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Jadi orang yang berfikir, ulul albab pada akhirnya adalah orang yang pandai bersyukur. Jika
bersyukur akan ditambah nikmatnya, sebaliknya jika ingkar, maka siksa Allah
amatlah pedih.
Belajar dari masjid untuk tegakkan islam
Kalau kita melihat dunia sekarang yang jumlah
penduduknya hampir 7 milyard. Dari 7 milyar itu 1,8 milyar diantaranya adalah
umat islam. Khusus di Indonesia, sensus 2010 jumlah kita sudah sampai 236 juta
penduduk. Dari jumlah itu umat islam kurang lebih 200 juta. Ketika diteliti
lebih jauh, ternyata yang memiliki AlQur’an dirumahnya hanya 15%.
Artiya hanya 30 juta orang islam yang di rumahnya ada
Qur’an. Dan dari 30 juta muslim yang punya Qur’an itu, ternyata yang bias
membaca dengan baik dan mengkhatamkannya hanya 2%. Kemudian jumlah masjid di
Indonesia sebanyak 863.000 ini data dari Kementrian Agama 2011. Bahkan menurut Lembaga Ta’mir NU jumlahnya ada
1.070.000 masjid se Indonesia.
Namun dari jumlah yang besar tersebut, setelah
diteliti ternyata yang berfungsi sebagaimana masjid sebagaimana yang dilaporkan
oleh Direktur Pemberdayaan Zakat Bpk DR Rohadi Abdul Fattah, ketika meluncurkan
gerakan maghrib mengaji bersama, ternyata hanya 10,1% yang berfungsi sebagaimana
masjid dan kalau diteliti lagi, yang 10,1% ini pun yang meramaikan adalah
orang-orang yang usianya sudah ashar menjelang maghrib.
Dengan kondisi ini, bagaimana mungkin membangun
peradaban yang lebih beradab diatas pilar ilmu yang kokoh dan otoritas keulamaan
yang mengakar kuat. Bagaimana mungkin pula, muncul pemimpin-pemimpin yang
memiliki visi jihad dan beroreontasi hidup ke akhiratan. Karena umat sudah jauh
dari masjid bahkan jauh dari Qur’an. Kalau kita lihat, proses demokrasi yang
ada di Indonesia ini sejujurnya sudah sangat jauh dari semangat UUD 1945 dan
falsafah Pancasila. Lihat saja, dalam setiap proses demokrasi, yang menang
PEMILU dia menang, karena dia tenar atau terkenal walaupun cacat moral. Dia
menang karena dia kaya walaupun sebenarnya seorang koruptor. Dan lebih
menjijikkan lagi dia menang dalam PEMILU walaupun menangnya itu dengan cara
yang culas.
Kalau arah cara pemilihan pemimpin seperti ini,
sungguh sangat jauh dari cita-cita para pendiri bangsa ini. Dan cara yang
terbaik adalah kembali ke masjid. Karena di masjidlah peradaban dimulai dan
dibangun.
Sebagai contoh inspiratifnya adalah Usamah bin Zaid
r.a yang dalam usia 17 tahun sudah ditunjuk dan dipilih Nabi menjadi panglima
perang memimpin ribuan pasukan. Beliau
dididik dan besar di masjid. Begitu juga Thariq bin Ziyad, Tuanku Imam Bonjol,
sampai Pengeran Diponegoro, mereka adalah orang-orang yang besar dan dididik di
masjid.
Sebagaimana di Padang Sumatera Barat, ketika adat syara’ basandi. Syara basandi bi kitabullah dan nagari dibudayakan, disana lahir banyak ulama dan pahlawan negeri.
Hal ini karena orang yang terdidik di masjid insya Allah, Allah akan tanamkan rasa
bagaimanaislam ini didakwahkan dan syariat ini ditegakkan. Dan tentu muaranya
adalah rahmatan lil alamiin…
Sayangnya banyak muslim, dia shalat, puasa, zakat,
haji, bahkan umroh berkali-kali, di dalam hatinya tidak ada misi bagaimana
islam didakwahkan. Begitu juga banyak tokoh islam, dia kaya, kuat, terkenal,
mempunyai jabatan, bahkan dia menjabat pun konstituennya adalah orang islam.
Tetapi di dalam dirinya tidak ada visi bagaimana syariat islam ditegakkan.
Rasulullah Saw tidak ajarkan ini, dan islam tidak akan berkembang dengan
orang-orang semacam ini. Sebenarnya mereka hanyalah partisipan islam.
Banyak ormas islam, mereka sangat bagus dalam visi dan
misi, tetapi payah dalam strategi organisasi, mamajemen, dan leadership. Ini
kelemahan umum ormas islam. Sebagaimana kata seorang mujahid, “mudah membangun rumah tetapi sangat sulit
membangun rumah tangga, mudah membangun organisasi tetapi sangat sulit
membangun tim.” Dan solusi semua itu
adalah dating ke masjid. Karena disana sebuah tata aturan sosial diajarkan.
Peran Jamaah Haji terhadap Kemerdekaan sangat besar
Kemerdekaan
Republik Indonesia tidak terlepas dari kerja keras dari jamaah haji Indonesia (para hujaj). Entah beliau sengaja atau
tidak yang jelas dengan melihat dunia luar, cara pandang mereka berubah. Dan
dari perubahan itulah terbangun visi jihad dan hidup berorientasi keakhiratan
yang muaranya adalah bagaimana kita terlepas dari penjajahan.
Kuota
jamaah haji Indonesia yang demikian besar. Bahkan terbesar di dunia, bukan
gambaran dari kekuatan islam, karena sesungguhnya kekuatan islam adalah al ‘amal al islam al jama’i. inilah
sebenarnya kekuatan islam yang beramal dengan berjamaah.
Dalam
konteks kekuasaan, menurut theologinya, kekuasaan itu harus direbut, bukan
diminta atau ditunggu. Apalagi kalau kekuasaan itu berada di tangan si dholim.
Sebagaimana yang dilakukan para pandir. Dan ingat, yang bakal berkuasa adalah
yang ditolong olehAllah bukan yang
menang kontes. Dalam konteks inilah, jamaah haji Indonesia, yang seharusnya
menjadi contoh terdepan sebagai pelaku perubahan, sebagaimana salah satu dari
tujuan berhaji adalah bagaimana menebarkan kebaikan seluas-luasnya.
Sayangnya
para hujaj itu mendatangi ka’bah yang
mempunyai nama lain “albaitul ‘atiq,”
rumah perubahan, mereka sudah di depan pintu ka’bah, tetapi tidak bertemu
dengan tuan rumahnya.
Sebagian
besar agendanya bukan karena Allah tetapi bisnis dan yang lainnya. Doanya pun
ingin digoalkan bisnisnya dan bukan ingin mencapai derajat takwa. Padahal sudah
jelas kita disuruh berbekal untuk berhaji, dan sebaik-baik bekal adalah takwa.
Jika demikian ridha Allah akan sangat dekat dan bukan sebaliknya.
Saya
tidak menyalahkan siapa-siapa tetapi ini pekerjaan rumah kita untuk menjadi
lebih baik. Maka dari masjid saya terus menyuarakan untuk kebaikan diri saya
sendiri maupun umat islam. Peran masjid sangat besar dalam merealisasikan
cita-cita tadi. Karena masjid adalah rumahnya orang-orang yang bertakwa, bahkan Allah menjaminkan diri-Nya, “barangsiapa yang menjadikan masjid sebagai
rumahnya.”
Hidup
ini seperti menggerot sebuah pensil.
Tentu saja dengan melakukannya bertujuan agar tulisan menjadi indah. Gerotlah
pensil Anda sampai habis batangnya sehingga yang tersisa adalah tulisan yang indah.
Kembali
tentang masjid dan saya perlu memohon maaf kepada semuanya karena semua hal
selalu saya kaitkan dengan masjid. Hal ini tentu saja saya secara pribadi dan sesuai
dengan ajaran Rasulullah Saw bahwa masjid harus dimanfaatkan semaksimal
mungkin. Dan gerakan ini harus dilakukan secara besar-besaran dan masiv. Karenanya saya sebagai ketua
Dewan Masjid Indonesia (DMI) berpesan agar setiap masjid bukan hanya fisik sarana
dan prasarana yang diptimalkan tetapi pengurus-pengurusnya juga sangat perlu
ditingkatan kemampuan dalam manajemen dan keilmuannya.
Tentang DPD
Mohon
ini disimak untuk saudara-saudara saya yang beragama islam. Ini sangat penting
karena keterwakilan kita sebagai muslim dipertaruhkan disana. Karena tidak ada keadilan tanpa
keterwakilan.
Sebagian
orang marah dan benci itu sering disebabkan karena tidak paham dan tidak tahu.
Dengan adanya keterwakilan kita di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) maka suara yang
benar akan terdengar oleh semua orang. Sehingga informasinya tidak bias dan
kemana-mana. Kalau toh kita sekarang memperjuangkan untuk memenangkan seorang
tokoh yang telah kita sepakati (Drs. H. Masrur Makmur, M.Pdi) untuk menjadi
wakil kita di DPD Bali, sesunguhnya bukan memperjuangkan dan memenangkan ansyikh Masrur Makmur pribadinya tetapi
hakikatnya adalah memperjuangkan ‘izzah dan
muru’ah umat islam.
Hidup yang bermakna, bersyukur sepanjang
waktu
Saya
setiap bertugas menjadi khotib, sebelum semuanya, saya berpesan kepada diri
sendiri dan jamaah seperti ini : “Hadirin
jamaah Jumat rahima kumullah, sungguh beruntung kita bisa mendatangi shalat
Jum’at. Mengikuti jamuan Allah. Akan berlipat ganda sekaligus menjadi nikmat
yang luar biasa apabila sepulang dari shalat Jum’at, ketaatan dan volume daya
rasa taat kepada Allah terbawa ke dalam kehidupan nyata kita sehari-hari. Namun
bila sebaliknya yang terjadi, maka gagallah ibadah jum’at ini.”
Pembaca,
ciri ilmu yang berkah itu antara lain : (1) ketika ada berita surga dia bahagia
dan sulit beristirahat karena rasa syukur yang tinggi. Seperti Rasulullah yang
sudah ma’sum dan dijamin dengan surga dan segala bentuk kenimkatan dari Allah,
beliau masih tetap shalat malam sampai kakinya bengkak. Hal ini ditanya oleh
siti Aisyah. Lalu jawaban beliau, “Aisyah, memang benar, tetapi tidak bolehkah
aku menjadi hamba yang bersyukur? Subhanallah… semoga kita bisa melakukan
hal yang demikian.
(2)
ketika ada berita tentang neraka, ketakutannya bertambah-tambah. Sehingga dia
selalu memohon ampun kepada Allah dan sulit tidur. Jadi sulit tidur bukan
karena mikir hutang tetapi karena takut kepada Allah Swt.
Suhaib
bin Sinan Ar Rummy r.a yang menadi asbab turunnya turunnya Qs Al Baqarah : 207
untuk dicontoh umat islam. “Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
Pesan
saya untuk umat islam seluruh dunia, “Jika
Anda ingin hidup mulia di dunia dan bahagia dunia akhirat, maka jadikan masjid
sebagai rumah Anda.”
Semoga
yang sedikit ini bermanfaat bagi diri saya khususnya dan Pembaca pada umumnya. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabaraakuh.
0 komentar:
Posting Komentar