Jumat, 13 Maret 2009

Manusia Makhluk Ghaib

Manusia adalah makhluk gaib

Logika bahwa manusia adalah makhluk gaib
Pada sesi ini saya akan memohon bantuan pembaca untuk memegang suatu benda. Benda tersebut bisa berupa apa saja yang kelihatan, bisa dilihat dan terlihat. Handphone misalnya, coba anda perhatikan dan pandangilah benda tersebut pada malam hari di bawah terang cahaya. Tentu mata kita bisa melihat dengan jelas bahwa itu handphone. Mengapa kita bisa melihat handphone itu?, karena kornea mata kita menangkap cahaya yang dipantulkan olehnya.

Sekarang coba anda matikan lampu sehingga benar-benar gelap di tempat anda sekarang. Dan handpohne itu juga jangan anda dinyalakan, percobaan kita akan sia-sia bila ini anda lakukan. Dalam kegelapan tersebut tentu mata anda tidak bisa melihat handphone itu. Hal ini terjadi karena korne mata kita tidak menerima pantulan cahaya dari benda bernama handphone tadi. Sampai disini tentu kita berpendapat bahwa yang bisa melihat adalah mata kita. Masalah kelihatan dan tidak hanya karena masalah pencahayaan.

Ijinkanlah saya untuk bercerita Saudara. Saya punya anak laki-laki yang bernama Muhamamd Syifaul Ikrom Al Masyriqi yang kalau tidur matanya terbuka. Tetapi ketika saya tanya meski matanya benar-benar terbuka, dia tidak tahu apa-apa. Bahkan barang berupa apapun yang saya sajikan kepadanya tak satupun berpengaruh kepadanya. Tentu saya hanya menunjukkan barang-barang itu, dan bukan membangunkannya kemudian memberikan kepadanya atau menanyakannya. Bahkan ketika hal kedua itu saya lakukan, dia juga tidak serta merta tahu apa yang dilihatnya.

Jadi siapa sebenarnya yang bisa melihat itu?. Nah, sampai disini pasti pembaca mulai paham bahwa yang bisa melihat adalah kita kalau saya adalah Muslih, dan bukan mata. Pertanyaan selanjutnya, siapakah sebenarnya Muslih itu?, yang manakah yang disebut dengan Muslih? Coba anda tanyakan pada diri anda sendiri mana yang anda dari bagian tubuh anda yang mana, bingung kan?. Sampai disini saya sangat berharap kepada pembaca untuk memahami dan meyakini bahwa kita sebagai manusia memang adalah makhluk gaib.

Sebagai contoh dan bukti yang nyata adalah saya. Sekarang saya yang ganteng ini adalah Muslih. Tetapi ketika saya mati jasad saya sudah bukan Muslih lagi, tetapi mayatnya Muslih. Jadi kemanakah si Muslih? Akan kita bahas pada kesempatan yang lain.


Siapa sebenarnya Kita ini dan Untuk apa kita ada?
Seperti yang pernah disinggung pada bab sebelumnya bahwa Allah ingin dikenal, dan melalui manusialah Allah ingin dikenal. Disana Rasulullah bersabda “man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu”, barang siapa mengenal dirinya maka dia menganal Tuhannya.

Kita yang makhluk gaib tadi kata orang adalah bernama roh yang dalam firman-Nya Allah menegaskan bahwa bila ada yang bertanya tentang roh untuk dikatakan bahwa roh adalah urusan Tuhan. Dan Allah tidak memberikan pengetahuan kepada kita tentang roh melainkan sedikit (Qur’an). Diibaratkan rumah, maka roh adalah penghuninya, manusianya. Sedangkan jasad yang cantik-cantik, yang ganteng-ganteng, yang kadang galak-galak dan seterusnya itu adalah hanya rumahnya yang tentu tak akan dibawa mati. Kecuali kita memiliki ilmu dan amalan untuk bisa membawanya ke alam baka. Misalnya melalui kedekatan kita pada Mukjizat terbesar rasulullah, yaitu Al Qur’an.

Sebagaimana sebuah ayat Al Qur’an yang sering kita sebut dalam keseharian bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya. Menjawab pertanyaan untuk apa kita hidup, untuk apa kita diciptakan Allah ya, itulah fungsi kita berada di dunia ini, untuk mengabdi kepada Allah seperti yang telah dicontohkan oleh rasulullah SAW.

Bagaimana agar pengabdian itu benar?
Telah ditegaskan di depan bahwa cara kita mengabdi telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW utusan yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dan untuk lebih memberikan kepastian perihal keberhasilan atau kinerja dalam kita mengabdi tersebut, sangat dianjurkan bagi kita untuk bisa berperilaku tawadhuk dan tadharu’an wahufyatan. Tawadhuk adalah merendahkan diri di hadapan makhluk, sedangkan tadharu’an wahufyatan adalah merendahkan diri di hadapan Allah Aza wa jala.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kita ini bukan siapa-siapa. Kita tidak bisa berbuat apapun tanpa ijin dari-Nya. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk berlaku sombong yang adalah satu-satunya sifat yang hanya boleh dimiliki oleh Allah SWT yang Mahakuasa. Bukankah Allah sengaja menciptakan mati dan hidup hanya sebagai ujian, siapakah diantara kita yang paling baik amalnya. Siapakah diantara kita yang paling pandai berterima kasih kepada-Nya (Al Mulk 2).

Sebagai kesimpulan agar kita bisa benar-benar bisa dekat kepada Allah yang akan dekat bila kita merasa dekat dan akan menjauh bila kita merasa jauh, minimal dengan mengamalkan tiga kalimat kunci andalan kita. Tentu sembari kita yakini dan praktekkan bahwa Allah hanya akan berbuat sesuai dengan prasangka kita. Tiga kalimat yang banyak dibahas pada buku ini adalah “Tersenyum dalam kesedihan, Tenang dalam kesenangan dan Sopan dalam kemarahan”. Laksanakan dan lakukanlah, niscaya Allah akan tetap dekat dengan kita. Karena pikiran dan perilaku kita terus dan terus melibatkan Allah dalam setiap momen dalam hidup kita. Setiap hembusan dari desah nafas kita. Bahkan disini kita akan dibimbing untuk selalu berdialog dengan Allah tidak saja ketika shalat, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Maka benarlah bahwa bila aku dekat, Allah akan sangat dekat, dan bila aku jauh Allah akan jauh dariku.

Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku telah membuat perjanjian dengan-Mu ketika dalam kandungan ibuku dulu. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kejahatan rutinitas duniawiku. Aku telah berbaur dan mengeksploitasi segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan aku selalu datang kepada-Mu dengan membawa dosa. Oleh karena itu ampunilah aku ya Allah, karena hanya Engkaulah yang bisa mengampuni dosa. Ya Allah ya Tuhanku, terimalah amal shalehku sesungguhnya Engkau adalah maha penerima taubat lagi maha penyayang. Amin.@Muslih

0 komentar: