Mengenai saya :
Assalamu alaikum warahmatullahi
wabarakaatuh… Saya ini sebenarnya
tidak suka dengan hal-hal yang berbau mejeng
atau apalah namanya yang memunculkan wajah di muka umum. Saya hanya ingin
berusaha untuk melayani dan tidak dilayani. Semoga Allah memampukan saya untuk
melakukannya.
Kalau
tentang saya, saya ini lahir di Enrekang, 4 Januari 1963. Enrekang itu bisa
ditempuh sekitar 5 sampai 7 jam dari Makasar Sulawesi Selatan yang dulu bernama
Ujung
Pandang. Saya ke Bali ini tahun 1987 untuk menjumpai sahabat. Saya pikir waktu
itu Bali merupakan destinasi orang asing, sehingga dalam pikiran saya ‘pasti
ada bisnis yang bisa dijalankan di Bali.’
Tahun
1983-1985 saya pernah kerja di Project Kelok Pusri pertama di Bontang Kaltim.
1985-1986 selama dua tahun kerja di Karawang Multi Project. Ini perusahaan
Thailand. Saya ke Bali membuka konsultan toko. Selain itu saya juga kerja di
bar. Saya orangnya tidak mau diam, jadi ya gitu deh, semuanya saya jalani.
1987
saya mendirikan perusahaaan garmen bersama orang Amerika. Jadi saya ekspor
produk batik ke Amerika tahun 1988 sampai 1993. Tujuannya New york dan
Wasington. Karyawan saya sebagian orang asing. Dia bertugas sebagai designer di
CV Karma milik saya itu. Sebagian besar karyawan saya tukang batik Pekalongan.
Namun saat itu saya sadar bahwa bisnis seperti itu tidak akan lama karena bahan
kimianya akan merusak air. Orang Amerika tidak mau yang demikian.
Sambil
menyelam minum air, saya juga mendirikan kargo dengan nama SASJO Kargo. Jadi
tahun 1990-an saya bergerak di bidang garmen dan kargo. Kalau kargo ini
sebenarnya hanya pendamping untuk pengiriman produksi kami. Daripada diberikan
kepada orang lain, mending sendiri, betul?
Belajar dari kerugian
Dari
situ lalu saya matang di dunia kargo dan garmen. Bayangkan 75.000 pcs harus
terkirim selama 4 bulan. Kalau terlambat dicancel
dan mereka tidak mau bayar. Apa tidak stress. Untung saya orangnya suka dengan
pekerjaan yang mengadu adrenalin.
Jadi saat ditipu orang Brazil sebanyak dua container Alhamdulillah masih bisa beridiri. Lumayan kerugiannya sekitar 300
ribu Usd atau setara dengan 3 M kalau sekarang.
Seiring
dengan kerugian itu Ayah saya meninggal dunia. Untung ada sahabat saya anaknya
Pak Fuad Hasan, namanya DR Rusdi Ambodale alumni Mesir. Beliaulah yang
menggantikan mendiang Shopan Sopian di DPRRI.
“Antum
baru dicubit oleh Allah, jadi jangan stress. Memangnya antum membawa apa
sebelumnya?,” demikian kata beliau kepada saya yang membuat saya sedikit tegar.
So, saya putuskan untuk banting stir bisnis saya. Mesin dan tanah saya jual dan
menyisakan toko dan laundry-nya saja. ‘Ini pilihan dan saya harus memilih,’
pikir saya saat itu.
Jangan
bayangkan yang aneh-aneh pikiran saya saat itu. Memang saya ketipu dan saya
harus mencari solusi. Maka saya mulai sering bersilaturahim dan berkonsultasi
dengan orang yang agamanya lebih dari saya. waktu itu ya Rusdi ini dan H.
Syukron di Mushala Al-Hijriah Gunung Sanghyang.
Tetapi
Pembaca jangan ngetawain saya ya? Umur 36 saya baru menikah. Maka setiap ketemu
teman lama selalu dipesan agar segera menikah. Akhirnya atas kemurahan Allah,
dapat juga saya seorang istri dari Blitar keturunan Singapore. Makanya tahun
1997 saya menikah.
Kepada ulama, layani saja, jangan pakai
logika
Bisnis
yang benar-benar saya pertahankan adalah laundry dan konsultan property. Saya
belajar property sampai bisa menjadi seperti ini dari alam. Dan Mr Steward warga Jerman yang adalah warga Australia
banyak mengajari saya tentang hal ini. Selain itu saya juga belajar ke senior H
Zaenal Tayeb.
Sejak
saat itu saya terus dan terus ingin dekat dengan para ulama. Sampai saya
mendapatkan sebuah prinsip yang bila diterapkan luar biasa. “Saya mau berhidmat
dan tidak mau dihidmat,” Artinya, saya bersedia melayani dan tidak mau
dilayani. Kepada siapa saja.
Ulama,
hikmad saja, santuni saja dan jangan berdebat dengan ulama. Nanti Allah yang
akan membalasnya.
Tahun
1998 saat Pak Soeharto lengser, bisnis property di Bali booming. Disitulah saya
memberikan jatah kepada orang alim dan yatim piatu. Hasilnya sungguh luar
biasa. Allah memang kaya.
Tahun
2001 saya join dengan Mr Angus dari Inggris, maka berdirilah House of Bali yang
disingkat HOB. Kami menangani Bali dan
Thailand. Dan tahun 2003 dengan alasan ingin lebih berkembang lagi, Mr Angus
ingin memisahkan diri dari kamia. Maka saya setujui dan dia mendirikan EXOTIC
dan saya masih tetap HOB sampai sekarang (tahun 2013, red).
Da’wah di dalam kafe
Yang
mungkin dinilai orang aneh adalah saat saya punya café Banjar Seme yang setiap
bulan rugi 20 jutaan. Insya Allah saat itu kami adalah satu-satunya café yang
tidak menjal minuman beralkohol. Namun agar semakin berkah saya memang harus
berhijrah. Jadi café itu saya tutup.
Disinilah
kebesaran Allah saya temui. Datang orang New Zealand. Mustahil hal ini terjadi,
pasaran waktu itu Rp 35 juta per tahun dan dia berani membayar saya Rp 95 juta
per tahun. So, kalau kita konsen di jalan Allah insya Allah banyak keajaiban.
Memang
di perusahaan saya, untuk karyawan yang
muslim belum boleh menyentuh kantor sebelum shalat dhuha terlebih dahulu. Dan
karyawan semuanya mau dipotong gajinya 5% untuk zakat dan sedekah. Disana
minimum satu kali diadakan majels ta’lim dalam sehari.
Kehidupan
dan cara-cara islami terus berusaha kami bangun dalam usaha kami. Setidaknya
inilah da’wah kecil yang bisa kami lakukan dalam pekerjaan kami. Semoga Allah
senantiasa memberikan hidayah-
Nya
kepada kita semua.
Bali bagus untuk da’wah
Saat
ini (tahun 2013, red) kami merambah ke Sumbawa, Sumba dan Labuhan bajo. Dalam
bisnis property kami hunting tanah sambil mencari tahu ada berapa muslim di
daerah itu. Saat kesana saya selalu meluangkan waktu satu sampai tiga hari
bersama ta’mir masjid.
Rata-rata
mereka mendapat honor Rp 900 ribu kata mereka. Dan kami ajak mereka datang ke
masjid dengan menyediakan kopi di masjid. “Mari kita ngopi di masjid Pak, sudah
kami siapkan dan kita bisa ngobrol-ngobrol disana,” demikian yang biasa kami
lakukan. Alhamdulillah akhirnya orang
pada mau datang ke masjid dan meramaikannya.
Tentang
Bali, saya sudah kemana-mana dan Bali adalah tempat yang bagus untuk da’wah.
Orang Bali sangat welcome dengan
pendatang. Sehingga kejadian bom Bali itu tidak mengakibatkan kita menderita
seperti di Sampit dan daerah lain yang sangat rawan SARA. Di Bali, islam
sebagai rahmatan lil alamin
benar-benar terasa dan bukan hanya simbol.
Saya
di Canggu, tinggal di tengah sawah dan bebas berda’wah. Raja-raja kecil kalau
di rumah dihormati orang sehingga bisa berhikmad kepada orang non muslim. Kalau
Galungan dan Kuningan saya membantu mereka. Kitalah yang mewarnai dan bukan
dipengaruhi. Sampai saya dikritik saudara saya “Pak Slamet” namanya. Katanya
haram saya menyumbang mereka. Tetapi saya tidak peduli. Saya tinggal disini dan
harus bermanfaat bagi masyarakat sekitar saya. saya tidak mau menjadi parasit.
Keberadaan saya harus menjadi rahmat bagi mereka.
Sambil
duduk-duduk di Banjar, saya ajari anak-anak untuk berbisnis, bekerja dan
lainnya. Saya selalu menekankan kepada pemuda-pemuda disana “How to start if You don’t have skill.” Karena saya praktisi dan bukan dosen maka
mereka senang dengan penjelasan saya.
Dalam
da’wah itu ada yang disebut dengan innercycle
da’wah. Jadi jangan sekali-sekali tidak merespek orang yang lahir di Bali.
Mereka yang menghibur turis, kita yang cari uang. sebenarnya untuk
menghilangkan kesan pendatang yang oleh orang Bali disebut dengan Nak Jaba, mudah lho… ikram dia, layani
dia dan jangan bilang saya asli mana asli mana. Katakan saya orang Indonesia lahir
di Makasar dan numpang di Bali.
Mindset di Amerika, orang yang tidak putih selain giginya,
mereka mengatakan, “I am American,”
saat ditanya where are from? Dari mana asalmu, mereka dengan tegas mengatakan
saya dari Amerika hmmmm… cinta tanah air
benar-benar mendarah daging pada mereka. Jadi mari kita mulai dengan
mengatakan, “saya orang Indonesia.”
Untuk keberkahan, datangi hati-hati
manusia
Negeri
kita perlu dihikmad kalau tidak mau mendapat bala. Caranya dengan mendatangi
hati-hati manusia, datangi pint-pintu rumah mereka di seluruh alam. Jangan
hanya berkoar-koar di mimbar saja. Mahabah
tertinggi adalah mahabah yang tanpa
pamrih. Sebagaimana matahari menyinari bumi tanpa berharap apa-apa. Puncak
kebahagiaan adalah saat kita bisa berkhikmad kepada orang lain, bukan saat
mendapat banyak harta. Bahagia adalah saat memberi dan bukan saat menerima.
Ini
tentang anak-anak saya, saya ingin berbuat seperti para sahabat. Usia sekolah dasar memang mereka bersama
kami, namun setelah lulus SD, saya usir mereka. Mereka harus merantau. Sukses
anak-anak sahabat karena ditinggalkan. Ibunya berda’wah dan anak-anaknya
matang. Saya ini laki-laki yang suka pergi. Tujuannya dua, da’wah dan bisnis.
Ini yang dilakukan Rasulullah sebelum menjadi Rasul.
Maka
say terus berusaha untuk bisa mendatangi hati-hati manusia sebisa mungkin.
Siapa tahu dengan upaya kecil ini bukan saja saya yang tentu saja akan
beruntung, tetapi semoga orang lain turut menikmatinya. Minimal mereka mendapat
hidayah Allah.
Libatkan Allah dalam segala urusan
Jika
untuk Allah, jangan terlalu banyak mikir, “deal done” lakukan. Istikharah bukan
disini tempatnya. Istikharah untuk perbandingan dua hal dan kita akan
memilihnya. Jadi deal dan selesaikan. Kalau ada orang butuh bantuan, jangan
dilihat siapa dia, lakukan. Jangan sampai ada orang kecelakaan, dilihat
agamanya apa. Subhanallah,
benar-benar tidak punya peri kemanusiaan kalau ini yang dilakukan.
Penda’wah
itu energinya tidak ada habisnya. Tidak pernah putus tenaga, pikiran dan
hartanya untuk Alah. Dan Allah yang akan ngecas dirinya dengan berbagai kecukupan.
Bantu Allah dan islam, datang ke hati-hati manusia. Dimana? Yaitu anak yatim,
pesantren, masjid-masjid dan tempat-tempat yang Allah ada disana, orang miskin.
Dalam
bisnis atau dalam hal apapun, ketika sudah melibatkan Allah di dalamnya, maka
dijamin akan sukses. Bisnis property misalnya, impian itu penting, tetapi hanya
akan ada bila ada kehendak Allah. Kalau hanya membantu muslim saja tidak cukup
yang kita lakukan, tetapi membantu semua makhluk baru namanya rahmatan lil alamin.
Rasul
kirim sahabat ke daerah-daerah dan
mereka sukses bukan karena kehebatannya, tetapi karena keberkahannya. Tugas
kita sekarang bagaimana hidup ini menjadi berkah dan bukan sekadar yang nampak
di mata manusia. Semuanya harus didasari niat, setting, loby dan kedekatan pada
Allah.
Tangisan di malam hari bisa hilangkan
berbagai penyakit
Untuk
Pembaca, pesan saya juga untuk diri saya sendiri, “jangan pernah menggurui orang, tetapi harus siap melayani
mereka.” Memberi sudah tidak bisa
dilakukan lagi ketika sudah meninggal. Jangan mau diladeni tetapi meladeni.”
Saya
ingin melayani dan tidak mau dilayani. Saya tidak ingin diangkat di atas podium
dunia, tetapi nanti saja diangkat di akhirat. Demikian mau saya dan saya terus
berusaha melakukannya.
Ini
sangat penting untuk bisa kita lakukan. Dan kalau belum bisa, mari terus
belajar dan berusaha untuk bisa mencapainya. “Menangis di malam hari, bisa
menghilangkan berbagai penyakit. Toksin air mata tengah malam bisa membuat kita
sehat jasmani dan rohani, sehat lahir batin dan keuangan,”
Air
mata kita yang keluar usai shalat tahajud, nilai sangat tinggi dan member
manfaat bukan saja bagi jiwa, tetapi juga fisik kita. Dengan ibadah sunah itu,
bukan saja jiwa kita yang kuat, tetapi badan kita insya Allah akan semakin
sehat. Semoga uraian sederhana ini bisa member manfaat bagi saya khususnya dan
Pembaca pada umumnya. Amin…
@@@@@@@